CAP GO ME DESA KUDUNG

Masyarakat Tionghua atau lebih lazim dipanggil oleh orang Melayu Lingga sebagai orang Cina menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat Kabupaten Lingga. Panggilan terhadap orang Tionghua sebagai orang Cina sesuatu yang lumrah dan tidak rasis atau menghina dalam budaya Melayu mau pun budaya masyarakat Tionghua. Penduduk Tionghua tinggal di sebagian daerah Kabupaten Lingga, terutama di ibu kota kecamatan. Penduduk Tionghua sejak lama telah berada di Lingga, sebelum Lingga dijadikan pusat Kerajaan Johor, Pahang, Riau dan Lingga, orang Cina telah menetap di Lingga terutama di Daik.

Orang Cina yang tinggal di Lingga sejak dulu sebagian besar bergerak dalam bidang perdagangan. Mereka juga mudah bergaul dan hidup harmonis dengan masyarakat Melayu yang mayoritas. Orang Cina di Lingga terus mempertahankan budaya mereka dengan bebas dan dihormati oleh masyarakat Melayu. Mereka terus mempertahankan adat budaya dan kepercayaan. Dipemukiman orang Tionghua dibangun tempat ibadah mereka. Setiap tahun mereka mengadakan berbagai ritual mau pun perayaan.

Orang Cina yang tinggal di Lingga sejak dulu sebagian besar bergerak dalam bidang perdagangan. Mereka juga mudah bergaul dan hidup harmonis dengan masyarakat Melayu yang mayoritas. Orang Cina di Lingga terus mempertahankan budaya mereka dengan bebas dan dihormati oleh masyarakat Melayu. Mereka terus mempertahankan adat budaya dan kepercayaan. Dipemukiman orang Tionghua dibangun tempat ibadah mereka. Setiap tahun mereka mengadakan berbagai ritual mau pun perayaan.

Masyarakat Melayu Desa Kudung akan memberikan bantuan tenaga dalam bergotong-royong membersihkan lahan dan membangun bangunan untuk bazar. Beberapa malam menuju malam Cap Go Me diselenggarakan hiburan rakyat di halaman klenteng. Hiburan rakyat yang ditampilkan adalah joget. Di masa lalu, joget dangkong yang dijadikan hiburan, dan pada masa sekarang ini berganti dengan joget orgen tunggal. Siang hari lima belas hari bulan kira-kira pada pukul dua siang diadakan upacara keselamatan dan pengobatan yang memanggil ruh para dewa untuk merasuki seorang Loya (paranormal). Loya yang dirasuki dewa akan mengadakan ritual pengobatan dan keselamatan kampung. Dalam keadaan kerasukan loya akan melakukan hal-hal yang tidak lazim dengan menunjukkan kesaktian seperti kebal senjata tajam dan menusuk pipi dengan benda tajam tanpa merasa kesakitan. Pada saat loya melakukan ritual orang-orang Tionghoa akan ramai menghadiri untuk sembahyang dan sebagian meminta pengobatan.

Malam perayaan Cap Go Me, umat konghucu akan berbondong-bondong datang ke klentang untuk mengadakan sembahyang. Bukan saja orang Tionghoa di dalam wilayah Lingga saja yang datang ke Desa Kudung, tetapi sebagian perantau yang berada di luar daerah juga pulang kampung. Malam Cap Go Me diramaikan juga dengan masyarakat sekitar terutama orang Melayu yang tinggal di Desa Kudung dan desa-desa tetangga. Masyarakat datang untuk menonton hiburan dan mengunjungi bazar-bazar yang berjualan makanan. Perayaan Cap Go Me memberi peluang kepada masyarakat Melayu Desa Kudung mencari rezeki membuka kedai makanan dan minuman di sekitar klenteng. Tradisi budaya perayaan Cap Go Me di Desa Kudung yang telah berlansung sekian lama di tengah-tengah masyarakat mayoritas Melayu bagian dari sikap toleransi yang tinggi, dan hubungan yang harmonis antara dua suku bangsa yang berbeda ras juga kepercayaan.

 

Sumber : Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga