Ratif Saman Lingga

  • Ditetapkan sebagai WBTB Indonesia Tahun 2018
  • Kategori : Adat Istiadat Masyarakat, Ritus dan Perayaan-perayaan
  • Diskripsi:

Ratib merupakan sejenis Zikir, Puji-pujian Kepada Allah SWT, yang diucapkan berulang ulang. Mengucapkan kalimah La Illahaillallah, biasa dilakukan setelah sholat fardhu baik dengan jahar atau dengan sir.

Ratib Saman, sejenis Ratib yang merupakan amalan tarikat Saman ( ajaran Abd. Karim al-Saman ). Cara membawakannya sama dengan ratib tetapi dilakukan dengan duduk bersama secara berjamaah. Ratib Saman dipimpin oleh seorang imam, kotik atau bilal

Upacara Ratif Saman dilakukan pada malam Jumat, yaitu setelah sholat Isya. Saat memasuki mesjid (Mesjid Al Hidayah yang berada di Desa Resun) peserta membawa air. Air didalam dalam berbagai wadah didekatkan dengan Wadah yang terbuat dari logam yang merupakan tempat pembakaran serpihan kayu cendana dan gaharu ini, oleh mereka, disebut “setanggi”.

Sebelum mengucapkan kata “Laillah”, nafas harus ditarik dalam-dalam. Selanjutnya, kata “hail” diucapkan sambil kepala diputar ke bahu bagian kiri, diteruskan pengucapan “lal” (kepala diputar ke bahu kanan), sampai akhirnya pengucapan “lah” yang disertai dengan tundukan kepala ke rusuk kanan. Pengucapan kalimat “Lailahaillallah” sambil melakukan gerakan-gerakan tersebut, dimaksudkan agar peserta senantiasa mengingat Allah. Hidung yang menarik udara, menurut keyakinan mereka, merupakan sumber masuknya penyakit dan juga masuknya jin jahat yang mengganggu tubuh manusia. Dengan ditariknya udara dan dihembuskan kembali sembari mengucapkan “Lailahaillallah” diharapkan segala penyakit akan ikut terbuang. Penjelasan yang lain adalah mengenai aturan pembacaan ayat yang terkadang begitu panjang yang hanya dikuasai oleh pimpinan upacara dan para tetua kampung yang sudah biasa melakukannya. Apabila tidak hafal atau tidak dapat mengikuti ayat yang dilafazkan maka peserta cukup membaca “Allahuma Salli Ala Muhammad” secara berulang-ulang hingga ayat yang panjang tersebut selesai dibacakan pemimpin upacara.

Setelah menyampaikan hal-hal tersebut di atas, barulah pemimpin upacara memulai jalannya Ratif Saman. Beberapa surat dalam Al Quran pun dibaca, diteruskan dengan beberapa ratif (zikir) yang diikuti oleh seluruh peserta. Setelah upacara selesai, pemimpin upacara mempersilahkan masing-masing peserta mengambil air yang telah dibawanya

Pantangan yang diindahkan (dari saat upacara dilakukan sampai dengan hari yang ketiga), yaitu: (1) tidak boleh membawa mayat masuk ke dalam desa karena jin hitam akan kembali masuk ke desa dengan cara menempel pada tubuh mayat; (2) tidak boleh memikul sampan melintasi jalan desa karena akan digunakan oleh jin hitam sebagai “kendaraan” untuk kembali masuk desa; dan (3) tidak boleh menjemur pakaian di pagar rumah bagian depan, karena pakaian tersebut dikhawatirkan masih belum bebas dari najis, sehingga dapat mengundang datangnya jin hitam.

 

Peralatan yang digunakan

Peralatan yang digunakan dalam upacara ini adalah: (1) tasbih, yaitu alat untuk menghitung jumlah shalawat yang diucapkan, agar sesuai dengan yang diharuskan (tidak kurang atau lebih); (2) serpihan kayu cendana dan gaharu yang kemudian dibakar sebagai wewangian; (3) korek api dan sebuah lilin untuk menerangi pembacaan Al Quran; dan (4) air putih yang kemudian dibawa pulang oleh peserta sebagai obat yang dipercaya dapat menyembuhkan segala macam penyakit, terutama penyakit yang datangnya dari makhluk gaib.