NASI BESAR

Dalam tradisi Melayu Lingga dikenal nasi besar yakni makanan berbahan pulut yang diberi warna kuning dihiasi dengan bunga telur, untuk digunakan dalam adat istiadat pengantin bersanding dan khatam Al-Quran. Nama lain dari nasi besar yakni nasi skone yang bermaksud nasi astakona. Maksud dari astakona yaitu segi delapan dan dalam bahasa lisan Melayu Lingga disebut dengan skone. Di masa yang lalu nasi besar diletak di atas wadah berastakona sehingga disebut juga dengan nasi skone. Nasi besar merupakan benda penting dalam adat istiadat pernikahan Melayu dan berkhatam Al-Quran di Lingga. Nasi besar dibuat dari pulut yang diberi warna kuning menggunakan kunyit. Pulut yang telah selesai ditanak dengan air kunyit biasanya dibentuk seperti gunungan yang diletakkan di atas semberip (ceper tembaga berkaki). Agar keliatan rapi, bersih dan indah, semberip dibungkus dengan kain putih. Di bagian sekeliling semberip dihias dengan kertas berwarna kuning yang disebut orang Melayu Lingga dengan siba. Di sekeliling pulut kuning yang berbentuk gunungan mulai dari bawah sampai ke bagian atas di hias dengan bunga telur. Biasanya pulut kuning dihiasai sebanyak 30 buah bunga telur atau pun sesuai selera yang berhajat.

Bunga telur yakni bunga dari bahan kertas lengkap dengan daun dan bertangkai buluh.  Dibagian bawah bunga dipasang telur ayam kampung berwarna merah. Biasanya telur merah dipasang dengan cara ditusuk dengan tangkai bunga. Di masa kini, agar tidak cepat rusak dan basi, telur digantung dibawah bunga dengan sarung dari rajutan benang. Di samping puncak nasi besar, dibuat tiga gundukan kecil dari pulut kuning sebanyak tiga buah yang disebut tetupai. Paling puncak nasi besar dipasang bunga besar atau bunga tajuk dari kertas bertangkai buluh. Pada pangkal bunga besar diletakkan sebuah gelang perak.

Dalam sejarah, pembuatan nasi besar dari pulut yang dihias dengan bunga telur dan diletak di atas astakona telah dikenal di kalangan istana Lingga-Riau. Bisa dilihat dalam Syair Pelayaran Engku Puteri ke Lingga karangan Raja Ahmad. Engku Puteri adalah permaisuri Kerajaan Johor, Pahang, Riau dan Lingga, isteri dari Sultan Mahmud Riayat Syah (1761-1812).

Syair menceritakan perjalanan Engku Puteri ke Daik Lingga untuk mengunjungi adiknya Yang Dipertuan Muda Raja Jakfar yang tengah sakit. Dalam syair dikisahkan Raja Jakfar sembuh dari sakit setelah mendapatkan pengobatan dari seorang tabib istana yang bernama Encik Abas anak Encik Haji. Sebagai rasa syukur atas sembuhnya Raja Jakfar, oleh Engku Puteri diadakan doa selamat dan membuat makanan dari pulut yang dihiasi bunga telur. Makanan dari pulut yang dihiasi dengan bunga telur dihadiahkan kepada Encik Abas. Mengenai nasi pulut yang berhias dengan bunga telur dikisahkan dalam syair sebagai berikut:

Beberapa pula dititahkan baginda
Kepada sekalian adinda anakda
Menebuk daun bunga perada
Akan bunga telur astakona yang ada
Telah sudah sedia sekaliannya
Diletakkan pula ditengah istananya
Pulut dan telur hadir sekaliannya
Sekadarkan menanti saat ketikanya
Apabila sampai saat ketika
Dititahkan baginda segala mereka
Bermaksud makanan berbagai neka
Menyempurnakan niat seri paduka
Diperbuatlah makanan dengan sumpurna
Suatu tabak nasi berastakona
Berpagar telur berbagai warna
Diberikan dukun yang bijaksana
Beberapa hidangan yang disediakan
Pulut berlauk ayam dan ikan
Fakir dan miskin yang dipanggilkan
Haji dan said bersama makan
Makanlah mereka tua dan muda
EnciK Abas dukun bersama ada
Ia lah dikurnia oleh baginda
Tabak berastakona bunga perada
Beberapa pula dikaruniakan itu
Yang kepada Encik Abas dukun tertentu
Dipersalin selengkapan kain dan baju
Serta rial rupia dan suku
Sudah dimakan sekaliannya rata
Bermohonlah kembali ke bawah tahta
Encik Abas dukun muda yang pokta
Nasi berastakona dibawanya serta

Nasi besar mempunyai makna tertentu yang mengandung nilai agama, kesopanan dalam hubungan antara sesama, dan dengan penguasa di dalam kerajaan Melayu. Nasi besar yang berwarna kuning melambangkan kekuasaan dan kebesaran dari kerajaan Melayu mengatur rakyatnya yang aman, damai dan bersatu padu. Bentuk nasi besar yang dihiasi bunga telur bermakna berjenjang naik, bertangga turun dan  datang tampak muka, pulang tampak punggung. Bertingkat berjenjang naik, bertetangga turun bermakna orang Melayu Lingga patut mengikuti aturan sesuai adat istiadat atau pun hukum negara yang berlaku di wilayahnya. Datang tampak muka, pulang tampak punggung bermakna  orang Melayu Lingga dalam pergaulan antara sesama, jika datang mengunjungi orang lain, datang dan pulang pun dalam keadaan baik. Bunga telur bermakna orang Melayu yang biak membiak dan bersuka cita.  Tiga tetupai yang berada disekeliling bagian atas nasi besar bermakna Melayu Islam, yakni Islam, Iman dan Ihsan. Bunga besar atau bunga tajuk di atas puncak nasi besar bermakna kegembiraan raja Melayu melihat rakyatnya bersatu padu, aman dan damai. Gelang perak yang melingkari pangkal bunga tajuk bermakna persatuan kokoh antara sesama rakyat dan raja.

Dalam adat istiadat pernikahan Melayu Lingga,  nasi besar diletakkan diatas meja dihadapan tempat pengantin bersanding yang bermakna lambang kebesaran, memuliakan dan mengagungkan pengantin. Dalam proses pengantin bersanding, nasi besar digunakan juga untuk  adat istiadat makan bersuap-suapan antara ke dua mempelai yang dipandu oleh Mak Inang (pengasuh pengantin wanita).

Makanan yang disuap yakni diambil sedikit dari nasi besar. Mak Inang mengambil sedikit nasi besar kira-kira sekepal dan dibagikan kepada kedua pengantin. Kedua pengantin yang memegang pulut kuning ditangan kanan, bersilang menyuapkan ke mulut pasangan. Pengantin laki-laki menyuapkan ke mulut pengantin perempuan dan pengantin perempuan menyuapkan ke mulut pengantin laki-laki. Makan bersuap-suapan antara kedua mempelai bermakna perkenalan dan kasih sayang. Makna lainnya dalam menjalani kehidupan rumah tangga hendaknya saling pengertian, senang sama-sama senang dan susah bersama-sama susah. Nasi besar yang telah selesai dipakai untuk pengantin bersanding, dihadiahkan kepada Mak Inang sebagai ucapan terima kasih.

Dalam adat istiadat berkhatam Al-Quran, nasi besar bermakna lambang kebesaran seseorang yang pertama kali telah menamatkan belajar tiga puluh juz Al-Quran. Sebagai lambang kebesaran nasi besar diletakkan di hadapan orang yang berkhatam membaca Al-Quran. Setelah selesai membaca Al-Quran, orang yang berkhatam mencicipi sedikit nasi besar yang bermakna telah menikmati hasil dari jerih payah selama belajar membaca Al-Quran. Selanjutnya nasi besar akan dibawa berarak bersama orang yang berkhatam menuju ke rumah guru ngaji. Nasi besar dihadiahkan kepada guru ngaji sebagai ucapan terima kasih dan penghormatan atas jasa-jasanya yang telah memberikan ilmu pengetahuan juga didikan kepada orang yang berkhatam. Agar mendapat berkah dari berbuat baik,  oleh guru ngaji nasi besar dan telur dibagi-bagikan kepada orang lain.

Sumber : Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga