Dikatakan Meriam Tegak karena meriam ini letak posisinya berdiri, tidak dibaringkan sebagaimana halnya dengan letak posisi meriam-meriam lain. Meriam ini termasuk salah satu perlengkapan perang milik Kesultanan Lingga Riau yang ditempatkan di Dabo Singkep. Menurut informasi, meriam tegak ini seusia dengan meriam-meriam yang ada di Daik Lingga. Meriam tegak ditempatkan oleh Sultan di Dabo guna melindungi diri dari serangan Belanda dan Bajak Laut. Pada awalnya meriam ini tidak berposisi berdiri seperti terlihat saat ini. Awalnya seperti meriam-meriam lain, posisinya juga diletakkan terbaring dengan moncong mengarah ke atas. Meriam ini bisa sampai berdiri ada kisah yang melatarbelakanginya.
Pada masa Kesultanan Lingga Riau, di Dabo Singkep sedang giat- giatnya dilakukan penambangan timah. Dari daerah yang semula sepi, akibat dibukanya tambang timah membuat dabo menjadi daerah berkembang yang cukup pesat. Untuk melindungi dan menjaga kepentingan Kesultanan di Dabo, maka Sultan mengangkat seorang panglima lengkap dengan pasukan dan peralatan perang di Dabo Singkep. Kemudian diangkatlah oleh Kesultanan seorang ‘perempuan’ menjadi panglima. Karena kepandaian, keahlian dan kekuatan magis yang dimiliki, maka dari dasar inilah yang menjadikan perempuan tersebut menjadi panglima perang di Dabo.
Menurut penuturan orang-orang tua di Dabo, suatu hari si panglima perempuan ditantang kemampuannya oleh seseorang. Orang yang menantang ini adalah suami dari si panglima itu sendiri. Sesungguhnya sudah banyak orang yang menguji kemampuan panglima, namun mereka kalah. Semula sang panglima menolak tantanggan suaminya, karena walaupun berjabatan panglima, beliau adalah seorang isteri yang baik dan tidak ingin mengadu kekuatan dengan suami yang dicintainya. Namun, karena terus didesak suaminya, maka dengan terpaksa tantangan suami diterima. Panglima perempuan tidak menginginkan menguji kemampuan secara fisik (berkelahi) dengan suaminya. Guna menghadapi tantangan suaminya, panglima menancapkan meriam sehingga sebagian badan meriam amblas ke dalam bumi. Lalu suami panglima diminta untuk mencabutnya. Segala kemampuan dikerahkan suami panglima guna mencabut meriam yang tertancap, namun tidak berhasil.
Versi lain tentang meriam berdiri tersebut adalah dikisahkan pada suatu saat para bajak laut hendak merampok ke Dabo. Melihat banyaknya bajak laut (lanun) hendak menyerang, sedang pasukan pimpinan panglima perempuan tidak siap menghadapi, panglima perempuan menancapkan meriam disebuah tanah perbukitan (disekitar Batu Berdaun). Bajak laut menyangka pasukan panglima menghadapi serangan mereka, karena melihat meriam telah dipersiapkan guna menembaki mereka yang masih berada di bibir pantai. Sewaktu melihat meriam ini, para bajak laut lari tunggang langgang menyelamatkan diri sehingga tidak jadi menyerang ke darat.
Sampai saat ini, meriam tegak (berdiri) masih ada di Kota Dabo. Sudah beberapa kali diusahakan untuk mengangkat dan memindahkannya, namun tidak berhasil. Dengan kendaraan alat berat pernah dicoba pihak tambang timah untuk memindahkannya, namun tidak berhasil. Saat ini meriam tegak menjadi satu peninggalan sejarah di kota Dabo dan menjadi asset wisata guna menarik perhatian orang-orang untuk melihat meriam ini, disekitar meriam diberi pagar dan dicat warna-warni agar tampak lebih indah. Lokasi meriam terletak disekitar Pantai Batu Berdaun.