KUE APAM

Pada Zaman Kesultana Lingga-Riau terdapat berbagai kue-mueh tradisional di Lingga yang telah ada sejak zaman dahulu. Sebagian kue-mueh yang telah ada sejak zaman Kerajaan Lingga-Riau masih terus bertahan hingga pada masa kini, Di antara kue-mueh tradisional yang sangat dikenal masyarakat yakni kue apam yang sering dijadikan sarapan pagi dan di makan dengan parutan kelapa. Kue apam  kadang sering dihidangkan dalam berbagai ritual seperti Manaqib Syaikh Samman, Isra’ Mi’raj, kenduri arwah dan lain-lain yang dilaksanakan di masjid, surau dan di rumah. Kue apam bermakna persatuan dan mempererat silaturahmi.  Kue apam ada tercatat dalam Kitab Pengetahuan Bahasa karangan Raja Ali Haji. Dalam kitab Pengetahuan Bahasa dinyatakan.

Apam yaitu makanan diperbuat daripada tepung gandum atau lainnya yang dikhamirkan dahulu dengan air nira dan ragi sedikit kemudian baharu dimasak dikukus. Apabila masak dimakan orang dengan niur yang berparut atau yang berkukur atau dengan kuah hayam adanya. Syahdan adapun makanan ini dipakai pada jamuan kenduri orang mati pada ketika sampai ketiga harinya adanya (Hamzah Yunus, 1986/1987:127)

Pada masa kini masyarakat yang membuat apam tidak menggunakan air nira, karena sulit didapatkan. Pembuat apam hanya menggunakan ibu roti atau pengembang roti.

Bahan-bahan membuat kue apam :

  • Tepung beras dan tepung gandum
  • Ibu roti
  • Air putih
  • Gula

Cara membuat :

Bahan-bahan diaduk menjadi satu. Seterusnya dituang dalam cetakan dan dibiarkan mengembang. Setelah mengembang di kukus hingga matang. Makna : Kesuburan, kesucian dan keharmonisan

 

Sumber : Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga