JENIS KAIN TRADISIONAL

Sejarah perkembangan tenunan Melayu berjalan seiring dengan kebesaran dan kejayaan kerajaan Melayu pada masa lampau. Semasa kerajaan Melayu masih bernama Kerajaan Johor-Riau dan Riau-Johor, sebagai kelanjutan dari Kerajaan Melayu Melaka yang jatuh ke tangan Portugis pada 1511, budaya bertenun ini sudah tumbuh subur.
Di Daik Lingga misalnya, masih dapat dijumpai berjenis-jenis kain yang tinggi mutunya. Kain tertua dalam koleksi
pribadi masyarakat ialah kain bercual kepala dua benang emas, yang dibuat pada abad ke-17. Jadi, kain tersebut dibuat ketika kerajaan Melayu masih bernama Johor-Riau atau Riau-Johor, yakni sebelum bernama Lingga-Riau atau Riau-Lingga.
Selain kain yang disebutkan di atas, tenunan lama yang masih dijumpai, khususnya di Daik Lingga, secara berturut-turut sebagai berikut.
1. kain telepuk, yang dibuat pada tahun 1700;
2. tenunan kain tengarun, yang dibuat pada tahun 1850;
3. kain asam kelat, yang dibuat pada tahun 1850;
4. kain sutra mentah, yang dibuat pada tahun 1857;
5. kain empat sekarap, yang dibuat pada tahun 1865;
6. kain telepok bertabur bunga benang emas, yang dibuat pada tahun 1900;
7. tenunan kain batik lasam, yang dibuat pada tahun 1900;
8. kain berantai, tidak diketahui tahun pembuatannya;
9. kain bugis, yang dibuat pada tahun 1900.

Selain tenunan dalam bentuk kain (sarung) di Daik Lingga, juga masih terdapat tenunan yang dibuat untuk berbagai keperluan.

Berikut ini diperikan tenunan tersebut.

  1. kain tudung, yang dibuat pada tahun 1755;
  2. tenunan baju jubah pengantin, yang dibuat pada tahun 1970;
  3. tampuk songkok kaligrafi, yang dibuat pada tahun 1857;
  4. tampuk bantal seraga, yang dibuat pada tahun 1879;
  5. tenunan baju gransut, tidak diketahui tahun pembuatannya;
  6. kain tudung untuk berkhatam, tidak diketahui tahun pembuantannya;
  7. Kain tutup keranda, tidak diketahui tahun pembuatannya;
  8. Seluar dalam perempuan, tidak diketahui tahun

Kain-kain lama itu memiliki corak tenunan yang beraneka ragam, tetapi lebih banyak bercorak tumbuh-tumbuhan, seperti pucuk rebung, pucuk rebung kepala dua, bunga melur seceper, tampuk manggis, bunga bertabur, dan bunga cengkih. Disamping itu, juga terdapat corak awan larat, tapak (de)lapan, siku keluang, dan sebagainya. Selain bercorak tumbuh-tumbuhan, kain tenun lama yang ditemukan di Daik Lingga, ada juga yang bercorak pelekat.

Ragam kain berdasarkan sumber tertulis membagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut :

Pertama, kain untuk pakaian terbuat dari bermacam bahan : (kain kapas, kain sutera, kain mastuli, kain benang, kain belakang parang);kain yang bahannya terbuat dari kapas disebut kain kapas, kain yang bahannya dari sutera disebut kain sutera, kain yang bahannya terbuat dari sutera beruntai tiga disebut kain mastuli, kain yang terbuat dari sutera benang emas disebut kain batubara atau kain benang Makau atau kain benang emas, kain tegarun , kain yang terbuat dari sutera dan kapas disebut kain belakang parang.

Kedua, kain hasil pencelupan setempat dengan proses yang berbeda : (kain belacu, kain cindai, kain batik, kain batik cap, kain kelingkam, kain bersulam, kain bertekat tamping, kain pedendang, kain songket, kain gerus, kain bugis, kain bercual, kain berantai, kain siak, ), kain yang tidak dicelup disebut kain belacu, kain mentah atau kain muri; kain yang diwarnai dengan proses ikat dan celup disebut kain cindai, kain ikat, kain limar, kain pelangi atau kain petola; kain yang diwarnai dengan proses batik disebut kain batik; kain yang pola-polanya dicap dengan blok cap yang terbuat dari kayu disebut kain batik cap dan kain batik Kedah dan kain telepuk; kain yang dihiasi dengan perada emas disebut kain keringkam atau kain kerikam; kain dengan sulam disebut kain bersulam, kain bersuji, atau kain bertekat; kain dengan pola-pola dijahitkan pada kain yang lain warnanya disebut kain bertekat tampung; kain dengan pita keemasan disebut kain pedendang; kain dengan benang emas disebut kain songket, kain bugis, kain gerus.

Ketiga, kain putih yang tipis dan halus atau kain batis, yang terdiri dari : kain asahan, kain bakak, kain cita, kain beledu, kain jose, kain jepun, kain lokcuan, kain antelas, kain kasa, kain perai, kain sakhlat, kain kelarai.

Keempat, kain yang berdasarkan pada kegunaannya, misalnya kain sarung (sarong), untuk ikat pinggang disebut kain sabuk atau kain sampur atau kain sembung, kain kecil diletakkan di atas bahu pada upacara disebut kain tetampan atau kain wali, untuk menutup kepala disebut kain bulang ulu atau tanjak atau tengkolok.

Kelima, kain-kain yang terkenal dalam perdagangan antara India dan Nusantara pada masa lampau, antara lain kain Beroci, kain Champa, kain chele, kain cintapuri, kain dewangga, kain dibaj, kain duria, kain kaci, kain kingkap atau kain kimkha, kain kalamkari, kain kembayat, kain pulicat atau pelikat, kain selampuri, kain serasah, kain misru atau kain misrun dan kain tabi.

Banyak jenis kain yang diberi nama bersempena dengan nama tempat asal atau tempat pembuatannya. Di antaranya, dapatlah disebutkan kain Batubara, kain Terengganu, kain Sambas, kain Bugis, kain Asahan, kain (tenun) Siak, kain (tenun lintang) Siantan, kain Samarinda, kain (batik) Solo, kain (batik) Pekalongan, kain Kosta, kain Lokchuan, kain sutera Jose atau Jiau-Se, kain Kalamkari, kain Kembayat, kain Brochi, kainSelampuri, kain Pulicat atau Pelikat, kain Palembang, kain Champa, kain benang Makau, kain Silungkang dan sebagainya.

 

Sumber : Buku Baju Kurung Malayu Tradisional