BATU BELAH BATU BETANGKOP

Konon zaman dahulu, di kampong Batu Belah tinggallah seorang janda dengan dua orang anaknya. Yang Sari dan Pang Yakop nama mereka dua beradik itu. Yang Sari anak sulung mak janda itu berumur empat belas tahun, sedangkan Pang Yakop baru saja berumur kira-kira satu setengah tahun, baru pandai mengatur kata dan berjalanpun masih berdiri-diri rebah. Yang Sarilah yang merawat serta memelihara adiknya itu ketika ibunya pergi berkarang mencari hasil laut. Sepeninggal ibunya, Yang Sari mengajak adiknya bermain-main di halaman. Tak berapa lama bermain itu, Pang Yakop pun penat lalu tertidur dalam gendongan Yang Sari. Setelah adiknya di letakkan dalam buaian di samping ranjang, Yang Sari pergi mengurusi dapur untuk menyiapkan makanan yang selalu sudah terhidang tinggal makan saja. Begitulah hari itu berjalan dengan tak terasa.

Selepas zohor, mak janda itu pun datanglah dari berkarang. Ia kelihatan gembira, dan dari tangga ia sudah memanggil puteriny, Yang, ini lihatlah. Ibu mendapat rezeki hari ini, mak janda itu memperlihatkan hasil karangnya hari itu pada Yang Sari. Yang Sari mengganguk, lalu dengan tak banyak bicara ia terus mengambil hasil yang di dapati ibunya ke dapur dan langsungn di sianginya.  Yang, kau siangi saja ikan untuk di bakar, kuliti lokan untuk di gulai, dan ada telur temakul sedikit untuk kau campuri dengan sagu supaya dibuat pais. Nanti ambil daun pisang untuk pembungkusnya, mak janda itu menyuruh puterinya. Sesudah berpesan itu, beliau pergi menjenguk Pang Yakop yang sedang tertidur petang dekat ranjang di kamar. Iyalah bu, saya akan turuti perintah ibu,  jika nanti pais telur temakul telah masak, simpankan dulu. Tunggu ibu datang petang hari nanti kita makan bersama. Ibu sekarang akan menjenguk lading dulu.

Matahari sudah hampir tenggelam. Hari sudah senja betul. Dan, mak janda itupun pulanglah dari lading. Sebelum ke rumah, beliau singgah dulu kepancuran untuk berwudhu, beliau bergegas shalat Azhar yang sudah akan luput Maghrib. Tiba akan menghadapi hidangan, sudah terbayang-bayang di pelupuk mata mak janda itu tentang pais telur temakul yang diidam-idamkan semenjak lama itu. Dimana pais telur temakul belum juga kau hidangkan Yang?,  tanya mak jand itu kepada puterinya.  Bu, Yang Sari duduk bersimpuh di hadapan ibunya.  Pais telur ikan temakul sudah habis bu. Ha? Gila kau?, mak janda itu terperanjat mendengar perkataan puterinya, dimakan kucingkah Yang?, tidak di makan oleh kucing bu, tapi pais itu, sayalah yang melahapnya hingga habis. Sampai hati kau Yang. Kau tak ingat padaku lagi. Kempunan aku jadinya oleh telur temakul itu. Sungguh.. Kau mungkin tak sayang lagi padaku. Ibu mau kemana, bu? Yang Sari bertanya dari kejauhan.  Mak tunggu mak, Yang Sari berbicara sambil menangis. Mmmmmmmmm, Pang Yakop lapar susu. Namun, mak janda itu tiada lagi mau menoleh kebelakang mendengar Yang Sari memanggil-manggil itu,tidak juga beliau memperdulikan suara Pang Yakop yang kedengaran sayup-sayup merengkek lapar susu itu.

Dengan rambut terurai mak janda itu naik ke atas batu belah dan langsung berdiri dekat mulut batu itu. Seraya berpantun dengan sendu :

Batu Belah Batu bertangkup,
aku kempunan telur temakul.
Batu Belah batu bertangkup,
tangkuplah aku hingga tumit.

Kelllekup, batu belah itu menangkup kaki mak janda yang malang itu.  Ibu mengapa ibu berbuat senekat itu?, Kelllekup, batu belah itu menggema menangkup janda yang malang itu hingga batas pinggangnya. Bu tunggu bu aku lapar nasi, si bungsu lapar susu. Yang Sari menjerit sambil naik ke atas batu belah itu mendekati ibunya.  Bawalah kemari Pang Yakop itu padaku. Kata mak janda itu kepada Yang Sari puterinya. Yang Sari pun mengantar Pang Yakop yang sedang menangis sejadi-jadinya, dan anak itupun beliau susukan. Pang Yakop menyusu dengan lahap sekali, seolah-olah ia mengetahui bahwa senja itu ia menyusu untuk terakhir kali. Setelah Pang Yakop kembali dalam gendongan Yang Sari, maka sekali lagi mak janda itu berserapah:

Batu belah batu bertangkup,
tangkuplah aku selampus kepala..

kelllekup, batu belah itu menangkup buat penghabisan sekali. Dan, mak janda yang malang itu tertelan semuanya di perut batu itu. Semenjak peristiwa senja yang naas itu, Yang Sari tinggallah dua beradik sebagai anak yatim piatu tiada berayah beribu lagi, membawa rasa kesal yang tak berkesudahan, suatu penyesalan yang terlambat yang tak berfaedah lagi. Sesal kemudian itu, memang tiada berguna. Demikianlah ringkasan cerita rakyat yang berjudul Batu Belah Batu Betangkop yang terdapat di Kabupaten Bintan tersebut.

 

Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bintan