Terletak dikampung baru, Tugu ini dibangun sebagai pengingat bahwa semasa perang Asia Timur Raya, Kota Tarempa pernah luluh lantak dibombardir oleh puluhan pesawat tempur Angkatan Laut Jepang ketika negeri matahari terbit itu hendak menguasai Indonesia. Dalam berbagai catatan sejarah disebutkan, sebelum menyerang Tarempa, pasukan udara Jepang terlebih dahulu membombardir kapal-kapal perang sekutu dan Belanda yang melintas di Selat Melaka sebagai upaya menguasai Asia Tenggara. Tarempa sendiri dihujani bom pertama kali pada tanggal 14 Desember 1941 oleh tiga skuadron pesawat tempur Jepang. Pengeboman ini dilakukan karena Tarempa dianggap sebagai salah satu basis pertahanan strategis Belanda di Sumatera. Di kota ini terdapat satu stasiun radio yang merupakan alat vital bagi pertahanan Belanda.
Serangan itu kembali diulang pada tanggal 19 Desember 1941 yang diikuti oleh pendaratan pasukan Angkutan Laut Jepangpada tanggal 24 Januari 1942. Akibat serangan gencar ini, banyak penduduk yang terbunuh. Catatan yang ada menyebut , setidaknya ada 300 orang lebih yang tewas, 40 luka-luka dan 150 lainnya, jasadnya tidak bias dikenali.
Pasca penyerangan ini dan suasana mereda, warga Tarempa yang masih hidup kemudian mengumpulkan mayat mayat korban pengeboman untuk dimakamkan scara massal dalam satu lokasi. Dulunya, lokasi pemakaman masaitu berada didisekitaran SON 002 Siantan. Tetapi sejak tahun 1950-an dipindahkan ke kawasan yang lebih tinggi yakni di perimpangan jalan, tepat di samping Gereja katolik Santa Maria Bintang Laut, Kampung Baru.
Tugu peringatan korban bom Tentara Jepang ini terlihat sangat sederhana. Terbuat dari semen setinggi 1 meter dengan tulisan kanji terpahat persis di sisi depannya. Arealnya juga tak lebar, hanya berkisar 6Mx8M Di atasnya dibangun rumah-rumahan yang disangga oleh empat tiang, separuh kayu, separuh semen. Setiap tahun, untuk mengenang arwah para penduduk yang gugur, sebagian warga Tionghoa di Tarempa datang menziarahinya. Masyarakat sekitar pun telah sepakat untuk mempertahankan keberadaan tugu tersebut dengan tidak membangun rumah atau tempat tinggal diatas areal tugu.
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Anambas