Masjid Jamik Baiturrahim merupakan salah satu bangunan bersejarah yang masih bias Anda napaktilasi ketika mengunjugi Tarempa, ibu kota Kabupaten Anambas. Meski telah berusia 87 tahun, masjid ini masih berdiri kokoh di tempatnya. Tidak banyak perubahan mencolok dari struktur bangunanya walau telah mengalami beberapa kali renovasi.
Awalnya masjid inibernama masjid Teluk Siantan yang dibangun oleh Datuk Kaye Muhd Usman bin Datuk Kaye Muhd Yasin pada tahun 1880M Lokasinya berada di di Pantai Kukup. Tapi lantaran kerap digenangi air Laut saat pasang, pada tahun 1920, masjid ini dipindahkan ke area darat, tempat dimana masjid ini berada sekarang. Proses pemindahan itu dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat setempat bersama dengan pemerintah colonial Belanda yang berkuasa pada waktu itu.
Berbagai catatan menyebut, pembangunan masjid ini di bawah pengawasan Langsung oleh pihak petinggi Belanda dan diarsiteki oleh seorang pri kebangsaan India yang didatangkan dari Singapura. Prosesi pembangunanya memakan waktu tidak kurang dari Lima tahun. Dan baru pada tahun 1925, masjid ini diresmikan penggunaanya untuk pertama kali oleh Amir Abdul Hamid dan penghulu Tarempa Muhd Yusuf. Meskipun diarsiteki oleh orang non muslim, masjid itu tetap menggunakan filosofi Islam sebagai dasar bentuk bangunanya. Seperti Lima buah tiang utama didalam masjid yang melambangkan Lima rukun Islam. Enam tiang Luar disisikan dan kiri, merujuk pada enam rukun iman. Jumlah tiang keseluruhan 17 buah, merepresentasikan jumlah rakaat dalam salat wajib Lima waktu.
Dalam perjalanannya, pada tahun 1980 masjid ini mengalami pemugaran dengan menambah teras di sisi kanan dan kiri. Seiring dengan itu, namanya pun diubah menjadi Masjid Jamik Baiturrahman Tarempa. Tahun 2003, pemugaran dilakukan kembali berupa penambahan Lantai masjid, pembuatan kubah dan tempat pengimaman yang semua kontruksinya terbuat dari semen cor. Pemugaran dilakukan oleh masyarakat tempatan dan pulau-pulau di sekitarnya serta pihak Conoco Philip Matak Base, perusahaan yang selama ini melakukan penambangan minyak dan gas dilepas Pantai Palmatak.
Kalau Anda berkunjung dan shalat di masjid tua ini, Anda bias sekaligus mengamati dari dekat beberapa struktur atau ornamen bangunan yang oleh pengelola masjid dibiarkan utuh seperti sedia kala. Beberapa diantaranya adalah menara tempat muazin melakukan panggilan adzan. Menara itu terdiri dari empat tingkat setinggi 25 meter dengan kubah berbentuk kerucut. Lainnya adalah nimbar khatib yang berbentuk oval. Mimbar ini terbuat dari kayu jati ukir halus yang didatangkan dari Jepara, Jawa tengah. Kondisinya masih mengkilap dan terawat baik hingga kini.
Masih berdasar catatan sejarah yang ada, pada masa perang dunia kedua berkecamuk, kawasan masjid ini pernah dihujani born oleh tentara Jepang karena pada waktu itu dijadikan tempat persembunyian warga. Dua buah born jatuh sangat dekat dengan masjid. Satu diantaranya mengenai sisi pengimaman. Ajaibnya duabuahborn itu tidak bias meledak. Empat born lainnya meluluh lantakan bangunan rumah di sekitaran masjid dan menewaskan ratusan orang.
Tapi dibalik peristiwa tragi situ, masjid ini dalam perjalannya juga menorehkan sejarah manis. Tepat pada tahun 1954, mendapat kunjungan tamu kehormatan, yakni Wakil Presiden Pertama Republik Indonseia (RI) Ir Muhammad Hatta. Sang proklamtor RI itu sangat terkesan dan mengagumi Masjid Terempa ini dan menyebutnya sebagai masjid paling modern dan terindah di Riau.
Dari masjid ini juga lahir sejumlah ulama-ulama besar pada zamannya seperti Syech Haji Muhamad Siantan. Kemudian Syech HajiAbd Wahab Siantan semasa pemerintahan Raja Jakfar yang Dipertuan Muda Riau Lingga ke-6 (1805-1831), yang menulis kitab “Hikayatul Ghulam.” Lalu ada juga Syeh Abdullah bin Muhammad Siantan, anak H Muhammad Siantan yang juga menulis kitab “Bayanu Syrirki li lllahil Haqqil Maliki.” Berikutnya adalah Syech Haji Abdullah bin Abd Wahab Siantan, anak Syech Abd Wahab Siantan.
Sumber: Dinas Paraiwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Anambas