NONG ISA

Sejarah Nong Isa adalah sejarah Batam. Sejak Nong isa membuka Kampung Nongsa di bagian Utara  Pulau Batam, Bermulalah sejarah modern Batam dan sejarah pemerintah local Batam yang terus bergerak melewati ruang dan waktu sehingga berkekalan sampai ke masa kini. Dalam konteks ini, Nong Isa adalah pionir atau pembuka jalan bagi sejarah batam yang kini telah tampil sebagai kota yang penting di Indonesia. Bagian ini akan mengulas sekilas-lintas sejarah Nong Isa dan sumbangan warisannya bagi sejarah dan perkembangan Pulau Batam sejak 1829 hingga awal abad ke-20.

Putra Yang Dipertuan Muda
Nama batang tubuhnya Raja Isa. Namun nama  timang-timangnya sebagai Nong Isa lebih populer. Ayahnya adalah Raja Ali Putera Daeng Kemboja Yang Dipertuan Muda V menggantikan Raja Haji Fisabilillah sebagai Yang Dipertuan Muda Riau IV. Dengan demikian jelaslah bahwa Nong Isa adalah keturunan Yang Dipertuan Muda Riau. Bunda kandungnya bernama Raja Penuh binti Sultan Salehudin, Sultan Selangor. Sedangkan istrinya bernama Raja buruk binti Raja Abdulsamad ibni Daeng Kamboja @Engku Wok @Engku Wuk. Selain itu, ia juga mempunyai istri kedua yang tidak diketahui namanya.

Dalam arsip-arsip Belanda sezaman, Raja Isa tampaknya dipandang sebagai tokoh penting dalam keluarga diraja Riau di Pulau Penyengat, dan namanya dicatat dan disandingkan dengan tokoh lain seperti Raja Jakfar Yang Dipertuan Muda Riau VI, Raja Ahmad ayah Raja Ali Haji, Datuk Penggawa Ahmad, Arong Bilaawa dan lain-lain. Dari kedua istrinya, Raja Isa memperoleh beberapa orang anak laki-laki, yang antara lain adalah: Raja Yakup, Raja Idris, Raja Daud, dan Raja Husin. Pada masa hidupnya, Nong Isa dan keluarga menetap dipulau Nongsa dan Sungai Nongsa di Pulau Batam. Hanya anaknya yang bernama Raja Husin yang kemudian berpindah dan menetap di pulau Penyengat ketika telah berusia 87 tahun. Tentang Nong Isa dan keturunanya di Nongsa, Pulau Batam, Raja Ali Haji menjelaskannya dalam Tuhfat al –Nafis, sebagai berikut : ‘’…Sebermula adapun Yang Dipertuan Muda Raja Ali ini, ialah Raja Muda yang kelima daripada bangsa Bugis anak Cucu Opu Dahing  Perani. Adalah ia mengadakan beberapa anak laki-laki dan perempuan. Adapun yang laki-laki bernama Raja Isa (Nong Isa), ialah beranakkan Raja Yakup serta saudaranya. Adalah ibunya Raja Wok dan lagi anaknya bernama Raja Idris mengadakan anak laki-laki dan perempuan. Ada yang hidup, ada yang mati masa membuat sisilah ini. Adalah kebanyakan anak cucunya di sungai Nongsa.

Pionir dari Kampung Nongsa
Sumber-sumber lisan dan sebuah silsilah yang ditulis di Pulau Penyengat menyebutkan Nong Isa sebagai seorang tokoh yang membuka sebuah kampong baru di Pulau Batam yang kini dikenal dengan nama Nongsa. Bahkan, cerita pusaka yang masih dikisahkan di pulau penyengat juga menyebutkan bahwa toponim Nongsa sesungguhnya berasal dari nama timang-timangan Raja Isa sebagai Putera tertua Raja Ali Yang Dipertuan Muda Riau V atau Marhum Pulau Bayan: Nong Isa. Barangkali, karena diucapkan oleh lidah yang tidak tunggal-asal dan tersebab kesalahan pengucapan @lapsus linguae yang tidak disengaja, maka perlahan –lahan nama kampong baru tempat tinggal Raja Isa dipulau Batam itu berubah namanya menjadi Nongsa : mungkin, ketika sesseorang menjelaskan bahwa ia akan pergi ke kampong tempat tinggal Raja Isa di Pulau Batam, maka akan slalu dikatakan akan pergi ke Nong Isa, yang Berlahan-lahan Penyebutnya berubah menjadi Nongsa.

Warisan Nong Isa
Secara historis, Pengukuhan Raja Isa memegang perintah atas Nongsa dan rantau sekitarnya atas nama Sultan Abdulrahmann syah Lingga-Riau (1812-1832) dan Yang dipertuan  Muda Riau  Raja Jakfar (1808-1832) mat penting bagi sejarah Batam. Karena peristiwa tersebut menandai sebuah babak baru dalam perjalanan sejarah pemerintahan local di batam. Setelah Nong Isa wafat pada tahun 1831, wilayah administrasi pemerintahan atas Nongsa dan rantaunya mulai berkembang lebih maju dengan batsan-batasan yang lebih jelas dan mencakup seluruh kawasan kepulauan Batam (Batam Archipel). Paling tidak dari laporan J.G Schot, dapatlah diketahui bahwa hingga tahun 1882, kawasan Kepulauan Batam telah dikembangkan menjadi tiga bagian. Masing-masingnya mempunyai pemerintahan terpisah dan membentuk sebuah wilayah administrasi pemerintahan yang disebut Wakilschap. Namun tetap di bawah kendali Yang Dipertuan Muda Riau (pada waktu itu diemban Raja Muhammad Yusuf  al-ahmadi di pulau Penyengat.

Wilayah pertama yang terletak di bagian utara pulau Batam yang disebut Wakilschap Nongsa adalah wilayah apanase yang membentang dari muara sungai Ladi di pantai Utara Batam hingga muara sungai doeriankang, Kangboi, Asiamkang. Sebuah wilayah paling kecil yang dipimpin oleh Raja Yakup bin Raja Isa dengan pangkat wakil kerajaan di wilayah wakilschap Nongsa. Ketika usia Raja Yakup telah lanjut, maka jabatan wakil itupun diserahkan pula kepada anak laki-lakinya bernama Raja Mohammad caleh(saleh) bin Raja Yakup bin Isa atau Nong Isa.

Wilayah Kedua, adalah wakilschap yang mencakupi kawasan Pulau Buluh dan pulau sekitarnya seperti Belakang Padang,Sambu, Bualng Setoko, Remapang dan Galang serta sebagian pulau Batam. Wilayah ini bukan wilayah apanase seperti halnya Nongsa, dan langsung berada dibawah kendali Yang Dipertuan Muda Riau melalui seorang wakilnya bernama Raja Usman.

Wilayah Ketiga adalah Wakilschap Sulit, sebuah kawasan cukup luas yang mencakupi Pulau Cembul, kepala Jeri, Kasu, Telaga Tujuh, Sugi, Moro, Sangla (shalar), Sandam dan Durai serta Kateman. Sebagai daerah tempat kedudukan wakil Kerajaan Riau Lingga, maka Batam yang sebelumnya dibagi dalam 3 daerah Wakilschap ditata menjadi dua wilayah pemerintahan yang dipimpin oleh seorang yang berpangkat atau bergelar Amir dan seseorang berpangkat Kepala dalam system Pemerintahan Kerajaan Riau-Lingga.

Sumber : Buku Nong Isa (Tonggak Awal Pemerintahan Batam)
Penerbit: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batam