Tari melemang merupakan seni tari tradisional dari Desa Penaga di Kabupaten Bintan. Tarian ini dahulunya merupakan hiburan di kalangan Istana yang dipertunjukkan di depan para pembesar istana/Raja Bentan, di Kerajaan Bentan. Kesenian ini berkembang pada masa Sultan Abdullah, pada Tahun 1526, pada masa ini Kerajaan Bentan menjadi simbol adat dan budaya serta kekuatan Kerajaan Melayu.
Para penarinya pun bukan rakyat biasa, tetapi para dayang yang berasal dari sekitar istana, termasuk daerah yang disebut sebagai Tanjung Pisau Penaga. Tarian ini dipersembahkan ketika Sang Raja sedang beristirahat. Sehingga sampai sekarang pun tari melemang yang dikenal tetap tari melemang Tanjung Pisau Desa Penaga.
Sesuai dengan tujuannya yang tidak lain adalah menghibur raja, maka kesenian yang memadukan unsur tari, musik dan nyanyi ini mengisahkan tentang kehidupan seorang raja di sebuah kerajaan. Oleh karena itu, ada yang berperan sebagai raja, permaisuri, puteri, dayang-dayang dan lain sebagainya.
Kerajaan yang disebut sebagai Bentan memang sudah lama runtuh. Namun demikian, tarian yang pernah hidup di zamannya bukan berarti terkubur bersamanya. Tarian itu kini masih tetap hidup di Tanjungpisau Penaga (Bintan) dan malahan menyebar ke Daik-Lingga. Dengan kata lain, tarian yang pada mulanya hanya berada di lingkungan istana ini, dewasa ini telah menjadi milik rakyat kebanyakan, dengan durasi pementasan sekitar satu jam.
Dalam perkembangannya saat ini, tarian ini selalu ditampilkan pada acara-acara seremonial atau pentas seni dan berbagai festival sebagai khasanah tarian khas masyarakat Melayu yang telah di kenal luas di daerah ini. Tarian ini tergolong sangat digemari dilihat oleh masyarakat setempat, dengan menyaksikan pertunjukkan tersebut menambah nuansa kemelayuan dan semarak suasana bagi setiap acara yang menampilkan tarian tersebut.
Setiap pementasan para penari mempertunjukkan kecakapannya dengan mengambil sesuatu (sapu tangan, uang receh, dan lain sebagainya) dengan cara melemang (berdiri sambil membongkokkan badan ke arah belakang). Oleh karena itu, tarian ini disebut sebagai melemang. Di Tanjungpisau tarian ini lebih dikenal dengan Melemang Penaga atau Tari Melemang Bintan Penaga.
Tarian ini sudah diturunkan dari 4(empat) generasi. Penerus kesenian ini adalah Ismail dilanjutkan oleh generasi berikutnya yaitu Ismail Dullah dan dilanjutkan oleh Raja Ismail dan dilanjutkan sekarang oleh Edy Ismail.
Struktur pola gerak terdiri atas 3(tiga) unsur
- Gerak Inang
- Gerak Melemang
- Gerak Tandak
Sebuah pementasan yang lengkap sekurang-kurangnya melibatkan 14 orang, yakni: seorang yang berperan sebagai raja, seorang yang berperan sebagai permaisuri, seorang yang berperan sebagai puteri, empat orang pemusik, seorang penyanyi, dan enam orang penari. Keempat pemusik itu adalah: pemain kodian (akordion), pemukul gong, pengesek piul (biola), dan penabuh tambur.
Kostum yang dikenakan oleh penari pria adalah teluk belanga dan penari perempuan berbaju kurung yang disesuaikan dengan perannya. Penari perempuan pada masa lalu menggunakan sanggul dengan hiasan kembang goyang.
Nilai-nilai yang ada didalam tarian ini dalam kebudayaan melayu sekarang lebih dimaknai sebagai sebuah seni atraksi akrobatik yang mengutamakan kelenturan tubuh seseorang. Sementara ini melemang tidak dikelilingi dengan makna-makna simbolik yang mengacu atau menuju kepada referensi tertentu.
Mereka hanya mengingatkan dari sisi historis, melemang telah ada sejak Bentan menjadi salah satu Kerajaan di Nusantara. Menurut mereka melemang dan silat merupakan sajian pertunjukan kepada Raja. Pada masa Kerajaan kaum laki-laki diharapkan mampu melakukan silat, sedangkan kaum perempuan mahir dalam mempertunjukan tarian. Raja akan bangga jika warganya mempunyai kedua kemampuan tersebut. Kemampuan mengolah tubuh inilah yang menguatkan suatu masa kejayaan Kerajaan.