RIAU LINGGA SEBELUM TRAKTAT LONDON 1824

Pada Tahun 1722 Raja Sulaiman dilantik sebagai Sultan Riau –Lingga dengan wilayah kekuasaannya yaitu Pulau-pulau di Riau Bintan, Bulan , Siantan, Tambelan, Singapura, Johor, Selangor, Trangganu, Pahang dan Indragiri. Di tahun yang sama inilah nama kerajaan  menjadi Kerajaan Riau-Lingga. Ada juga yang menyebut sebagai Kerajaan Johor Riau, namun pada dasarnya nama kerajaan disesuaikan dengan daerah pusat pemerintahan. Tahun 1722, pusat pemerintahan dipindahkan dari Johor ke Ulu Riau.

Perjalanan sejarah Kerajaan Riau Lingga dari tahun 1722-1784 banyak didominasi oleh kegiatan ekonomi. Diantaranya terjadi penataan dalam system social ekonomi, Hubungan dagang dengan berbagai bangsa asing dan kerajaan lain disekitarnya seperti India, Cina, Siam , JAwa dan Bugis.  Komoditi utama perdagangan pada masa itu adalah gambir. Dirintis sejak masa Yang Dipertuan muda Daeng Celak (1727-1745). Pada saat itulah peranan daerah Karimun dapat digambarkan . Kepulauan Karimun terutama Kundur yang merupakan salah satu bagian wilayah Kerajaan Riau-Lingga merupakan daerah yang berpotensi menghasilkan Gambir.

Lalu pada tahun 1784 awal mula Kolonial Belanda mulai berkuasa dalam Kerajaan Riau-Lingga, pada tahun itu diadakan perjanjian antara Belanda dengan Kerajaan Riau-Lingga yang berisikan Belanda bebas melakukan perdagangan di wilayah Kerajaan Riau-Lingga. Sebagai dampak perubahan politik dunia yang begitu cepat pada masa itu , Inggris berhasil menguasai daeha jajahan Belanda di Melaka dan Riau. Namun di tahun 1818 Inggris menyerahkan daerah itu kembali kepada Belanda. Selanjutnya selama kurun waktu 1818-1824 Inggris mengusulkan kepada Belanda agar diadakan perjanjian untuk menyelesaikan pertentangan diantara keduanya, Kemudian lahirlah perjanjian Traktat London pada tanggal 17 maret 1824.

 

Sumber : Buku Sejarah Daerah Kabupaten Karimun, 2001