Novel Bulang Cahaya ini, ditulis dengan setting daerah Kepulauan Riau sampai ke pantai timur semenanjung Malaysia dengan latar belakang sejarah Kerajaan Melayu Riau Lingga. Tetapi , novel ini tetaplah sebuah karya fiksi. Sebuah karya hasil rekaan dan imajinatif. Kerena itu , kalau sekiranya didalam novel ini terdapat nama, waktu, peristiwa dan indikasi-indikasi lainya yang sama atau hamper bersamaan dengan nama nama tokoh sejarah, sama dengan peristiwa, dan sama dengan waktu dimana kerajaan Riau Lingga itu eksis, maka semuanya itu adalah suatu kebetulan, yang dimaksudkan bukan sebagai fakta sejarah, namun semata-mata hanya untuk dijadikan sebagai alur dan kerangka cerita, agar berbagai peristiwa yang diceritakan, yang sempat terpikirkan, akan menjadi mudah diingat, gampang dibaca, dan enak direnungkan.
Novel ini semula saya rencanakan berupa sebuah trilogy. Bagian pertama diberi judul “Lika yang Berdarah Kembali’’, dan sempat dimuat sebagai cerita bersambung di Harian Riau Pos, beberapa waktu lalu. Namun karena teknis pemuatannya kurang teliti, dan terdapat banyak salah ketik, salah sambung dan lainya, sehingga menjadi karya yang sangat tidak utuh. Banyak kelemahan, dan memerlukan revisi dan penulisan ulang. Bagian kedua diberi judul’Merajut Mimpi di Inderasakti”, sudah hamper rampung dan siap untuk dipublikasi. Namun dengan berbagai pertimbangan, dan perbaikan di sana sini,akhirnya bagian ini tetap belum terpublikasi. Bahagian ketiga direncanakan akan diberi judul “ Dendam Seorang Kekasih”, belum sempat ditulis, meski kerangka ceritanya sudah disiapkan. Tetapi ketika ketiga –tiga bagian itu saya baca ulang, dan saya kembangkan sebagai sebuah kerangka cerita yang utuh dan berkelanjutan, maka saya membayangkan ceritanya mengalir bagaikan cerita dalam film drama sejarah Helen of Troy. Akhirnya saya memutuskan untyuk menyatukan saja semua bagian tersebut sebagai sebuah cerita , dan kemudian memberikannya judul Bulang Cahaya.
Novel ini wujud tentu saja berkat bantuan dan dukungan banyak pihak. Baik dalam bentuk gagasan, saran maupun percikan-percikan percakapan yang menjadi sumber inspirasi. Karena itu saya ingin menghaturkan penghargaan dan terima kasih yang dalam kepada semua pihak yan telah membantu. Khususnya kepada saudara Hasan junus, sahabat saya seorang budayawan, sastrawan, teman berdiskusi, yang telah menjadi salah satu sumber inspirasi lahirnya novel ini. Hasan telah mendedahkan kepada saya sejumlah aspek dramatic dari bingkai sejarah Kerajaan Riau Lingga yang kemudian mengilhami saya untuk menjadikannya sebagai alur cerita dan peristiwa yang dibangun dalam novel ini. Hasan Junus juga telah menunjukkan kepada saya fase-fase penting dari sejarah Kerajaan Riau Lingga yang menarik untuk diangkat sebagai kekuatan dan teras cerita ini. Saya berhutang budi padanya, karena melalui berbagai buku yang telah ditulisnya, terutama tentang perjalanan sejarah dan kebudayaan Melayu Riau, telah menjadi referensi saya. Saya telah mencatat bagian-bagian yang menarik dari buku-buku itu,untuk saya renungkan dan kemudian menjadi nafas dan geliat dalam novel ini.. Untuk bahan riset saya memang membaca juga beberapa sumber sejarah Kerajaan Riau Lingga seperti Tuhfatan Nafis karya Raja Ali Haji, Silsilah Melayu Bugis karya Arenawati, Sejarah Riau (Muchtar Luthfi dkk). Dan karya –karya yang bernafaskan sejarah Melayu Riau lainnya.
Terimakasih yang dalam juga saya sampaikan kepada saudara Dahlan Iskan, CEO Jawa Pos Group, yang bukan hanya seorang entrepreneur yang sukses dan wartawan yang handal, tetapi juga pembaca yang kritis. Dia telah membaca bab demi bab novel ini yang saya email kan padanya di Tian Jin, China, dan dia telah membuat beberapa catatan dan melakukan editing yang sangat baik, sehingga telah ikut memberi warna dan kekuatan lain bagi isi novel ini. Novel ini juga saya dedikasikan kepada istri saya Asmini Syukur yang senantiasa sabra dan tetap memberi ruang dan waktu bagi saya untuk menyiapkan novel ini. Juga kepada anak-anak dan cucu saya, dan mereka yang selama ini juga telah menjadi lautan dan samudra cinta saya.
Sepenggal Puisi Bulang Cahaya :
Elang Putih
berekor Panjang
menggigal berahi
di ujung tanjung
mengirim isyarat
ke semua pintu:
Terimalah cintaku
Cinta tak berkeris
Cinta tak bersuku
Cinta yang tak tersurat
Dalam lagu-lagu
Sumber : Novel Bulang cahaya
Terbitan : Dinas Kebudayaan Provinsi Kepulauan Riau