Pada masa lalu, di wilayah ini pernah berdiri kerajaan besar Riau-Lingga yang mepunyai pengaruh kuat, baik secara politik maupun budaya. Naskah-naskah yang kini tersimpan di Masjid Raya Sultan Riau dan Pusat Maklumat Kebudayaan Melayu – keduanya di Pulau Penyengat maupun naskah-naskah yang ada ditangan masyarakat setempat, baik berupa naskah keagamaan maupun sastra, membuktikan dengan jelas kebesaran tanah ratusan pulau ini pada masa lalu. Namun disayangkan, banyak di antara naskah penting itu kini dalam kondisi rusak, karena dimakan usia. Disamping mushaf manuskrip terdapat pula mushaf cetakan dalam jumlah cukup banyak, khususnya yang disimpan di Masjid Raya Sultan Riau. Satu di antaranya adalah mushaf cetakan Bombay, India. Diperkirakan akhir abad ke -19 atau ke – 20. Adapun beberapa mushaf tersebut antara lain :
Mushaf 1 :
Naskah mushaf ini ditulis di kedah (Malaysia sebelah Utara), selesai pada 25 Ramadhan 1166 H (26 Juli 1753). Penyalinnya adalah ali bin Abdullah bin Abdurrahman, seorang keturunan Bugis dari Wajo, yang menyelesaikan penulisan mushaf tersebut pada masa Sultan Muhammad Jiwa, seorang sultan yang alim dan warak, memerintah negeri kedah pada 1710-1778. Mushaf ini diduga dibawa ke Pulau Penyengat oleh Raja Haji Fisabilillah (1727-1784) sekembalinya dari penyebuan ke Negeri Kedah 1770.
Mushaf 2 :
Menurut catatan di kotak mushaf, Al-Qur’an ini selesai disalin pada tahun 1867 oleh Abdurrahman Stambul, seorang penduduk Pulau Penyengat yang dikirim oleh Kerajaan Lingga ke Mesir untuk memperdalam ilmu agama dan khat. Mushaf indah ini berukuran 40×25 cm, tebal 7cm, saat ini berada di dalam masjid Raya Sultan Riau, Pulau Penyengat ditempatkan di dalam kaca khusus, di atas rehal lama yang diukir cantik.
Mushaf 3 :
Mushaf ini disimpan di Msjid Raya Sultan Riau, dengan kondisi mushaf sangat rapuh, rusak dimakan tinta di hampir semua halaman. Bagian depan dan belakang mushaf telah hancur. Kertas Eropa yang digunakan mushaf ini rusak, kehitaman, khususnya di bagian teks ayat. Model teks yang digunakan adalah ‘ ayat pojok’, setiap halaman terdiri atas 15 baris tulisan. Iluminasi terdapat di setiap awal juz, berupa hiasan bersepuh emas di bagian atas halaman.
Mushaf 4 :
Mushaf ini disimpan di Masjid Raya Sultan Riau. Kondisi mushaf telah rusak , kehitaman, Khususnya dibagian bawah, diduga karena terkena air. Mushaf dengan kertas Eropa ini tipis, terdiri atas beberapa jilid. Baris-baris teks ayat ditulis jarang, dan antarbaris digunakan untuk terjemahan dalam bahasa Melayu. Salah satu jilid lainnya, yang semula tergabung dalam satu set yang sama, disimpan di pusat Maklumat Kebudayaan Melayu, tidak jauh dari Masjid Sultan.
Mushaf 5 :
Manuskrip ini merupan koleksi Pusat Maklumat Kebudayaan Melayu, terletak sekitar 200 meter dari Masjid Raya Sultan Riau di Pulau Penyengat. Naskah ini merupakan salah satu dari sebuah set terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Melayu yang terdiri atas beberapa jilid. Kondisi naskah dengan kertas Eropa ini agak rusak, terutama di bagian bawah karena lembab.
Mushaf 6 :
Manuskrip ini merupakan salah satu dari dua koleksi mushaf yang terdapat di Pusat Maklumat Kebudayaan Melayu, Pulau Penyengat. Mushaf ini merupakan “Al-Qur’an ayat pojok “, setiap halaman terdiri atas 15 baris tulisan. Menggunakan kertas Eropa, diperkirakan dari pertengahan abad ke-19. Kondisi mushaf cukup baik, meskipun bagian awal dan akhir mushaf tidak lengkap lagi.
Mushaf 7 :
Naskah ini merupakan cetakan Bombay, India abad ke – 19 atau awal abad ke-20. Mushaf cetakan seperti itu dahulu beredar cukup luas di Nusantara, dari Palembang, Demak, Madura, Lombok, Bima, hingga Filipina Selatan.
Sumber : Pamflet Khazanah Mushaf Al-Qur’an di Kepulauan Riau
Penerbit : Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI