Manuskrip Al-Qur;an yang terdapat di Pulau Lingga sebagian besar disimpan di Museum Lingga Cahaya, yang berada dalam naungan Dinas Pariwisata Pulau Lingga. Manuskrip-manuskrip ini pada mulanya disimpan oleh masyarakat setempat, hingga kemudian diserahkan kepada Dinas Pariwisata, Museum Lingga Cahaya untuk dijaga dan dipelihara. Jumlah manuskrip Al-Quran yang terdata seluruhnya berjumlah sepuluh buah, Sembilan mushaf disimpan di Museum Lingga Cahaya, dan satu mushaf di tangan masyarakat, yaitu Ibnu Maharani. Dari Sembilan manuskrip yang dimiliki museum, ada dua mushaf yang nyaris tidak bisa dibuka lagi lembar halamannya karena sudah hancur menyatu dengan tinta sehingga sulit dibuka satu per satu. Sebagian besar menggunakan kertas Eropa dan hanya satu yang menggunakan kertas dluwang. Dari sisi teks, semua mushaf ini menggunakan rasm imlai dengan pengecualian pada lafaz-lafaz tertentu seperti as-salah, az-zakah dan lain sebagainya. Qiraat yang digunakan adalah qiraat Hafs’an ‘Ashim.
Mushaf 1 :
Mushaf ini merupakan koleksi Museum Lingga Cahaya, Dinas Pariwisata Pulau Lingga. Ukuran mushaf 25X20 cm, tebal 2,3 cm. Kertas yang digunakan adalah kertas Eropa. Musshaf ini menggunakan rasm imlai dank hat yang digunakan adalah naskhi.
Mushaf 2 :
Manuskrip ini ditulis pada mas pemerintahan Sultan Abdurrahman Muazzam Syah yang berkuasa pada rentang 1883-1911. Ukuran mushaf 29×19 cm, tebal 4cm. Sebelum dikoleksi oleh museum, mushaf ini awalnya adalah milik Sabaruddin, Kampung Bugis, Daik. Keadaan manuskrip ini sudah tidak utuh.
Mushaf 3 :
Iluminasi mushaf ini sangat bagus, berbentuk floral, dengan kombinasi warna merah, hitam, kuning keemasan dan hijau. Ukuran 38 x25 cm, tebal 7cm. Kertas yang digunakan manuskrip ini adalah kertas Eropa. Di bagian akhir mushaf terdapat doa khatmul Qur’an dan doa-doa lainnya.
Mushaf 4 :
Mushaf ini disalin oleh H. Abdul karim bin ‘Abbas bin Jumadil Awal 1249 H (27 September 1833). Ukuran mushaf 33x 20 cm, tebal 7 cm. Mushaf ini sudah menggunakan sejumlah tanda baca, tajwid dan waqaf. Lafaz Allah menggunakan fathah berdiri.
Mushaf 5 :
Mushaf ini terdiri dari 15 baris setiap halaman, menggunakan tinta merah, hitam dan kuning. Ukuran mushaf 33 x21cm, tebal 6 cm. Mushaf ini menggunakan penanda untuk mad wajib dan mad jaiz. Penandaan yang ada hanya nisf dan juz.
Mushaf 6 :
Mushaf ini pada mulanya adalah milik Abdul Samad, Kampung Gelam Daik yang kemudian disumbangkan kepada museum. Ukuran 30,5 x 22cm, tebal 7 cm. Tahun penyalinan diperkirakan pada masa Sultan Abdurrahman Syah. Berbeda dengan mushaf Lingga lainnya, manuskrip ini menggunakan kertas dluwang.
Mushaf 7 :
Mushaf ini cukup istimewa kaarena kondisinya yang masih lengkap, termasuk kulit depan dan belakang. Pada awal mushaf terdapat iluminasi berbentuk floral dengan warna hitam, merah dan kuning. Manuskrip ini menggunakan kertas Eropa, ukuran 31,5 x 20,5 , tebal 5,5 cm. Mushaf ini sudah dilengkapi tanda tajwid.
Musshaf 8 :
Mushaf ini tampak masih utuh karena masih terdapat kulit luarnya. Bahkan halaman Surah al-Fatihah dan awal al-Baqarah masih bisa ditemukan. Namun tinta hitamnya berkarat sehingga memakan kertas Eropa yang digunakan. Mushaf inii telah hancur dan tidak bisa dibaca lagi.
Mushaf 9 :
Kondisi mushaf ini sudah tercerai berai dan tampak kurang terawatt. Ukuran manuskrip ini lebih kecil daripada mushaf lainnya. Selain hitam, warna lainnya adalah emas, digunakan untuk tanda ayat dan bingkai teks. Berdasarkan ciri iluminasi dan kaligrafinya, mushaf ini diduga kuat berasal dari Turki Usmani.
Mushaf 10 ;
Kondisi mushaf ini sudah tidak lengkap dan kurang terawatt. Ukuran mushaf 32 x 19 cm, tebal 3 cm. Kertas yang digunakan adalah kertas Eropa. Setiap halaman terdiri dari 15 baris. Tinta yang dipakai adalah hitam untuk teks utama, dan merah untuk penandaan ayat dan awal surah. Mushaf ini milik pribadi.