Pada suatu hari langit sangat cerah udara dan tiada terlihat mendung. Semua mahkluk dimuka bumi terlihat bergembira, bersuka ria menikmati hari yang cerah dan indah tersebut. Nun jauh dibawah pohon rindang tampalah dua sejoli beruk tua sedang berkasih-kasihan. Beruk betina sedang mencari kutu pasangannya. Lain pula suasana di atas pohon itu. Apa kerja mereka itu Sudah lama mereka ingin mengadakan musyawarah untuk memilih seekor raja bangsa burung dihutan itu. Oleh karena itu, saat yang baik ini tidak mereka biarkan begitu saja, sehingga mereka mengundang burung yang lainnya. Setelah semua berkumpul lalu saling bernyanyi dan bersahutan sehingga ramailah suasana di hutan itu. Sedari tadi dua ekor beruk yang sedang mencari kutu dibawah pohon itu mendengar segala tingkah laku burung tersebut. Kadang terharu atau bertambah senang mendengar suara-suara burung tersebut. Tapi kadang-kadang timbul juga perasaan iri dan dengki bahkan kadang sangat menjijikkan rasanya. Tiba-tiba berkatalah beruk betina: alangkah beruntungnya bangsa burung, mereka dapat bernyanyi dengan merdu, tapi bangsa kita tak pandai bernyanyi, Cuma pandai mendengus saja. Menjawablah beruk jantan: mengapa pula kau harus bersedih dan iri kepada burung tersebut bukankah kita juga pandai menari sekalipun tidak pandai bernyanyi. Sambil ia menggerakkan kaki dan tangannya. Timbul rasa congkak pada beruk jantan itu. Singkat cerita, pada saat yang lain di suatu masa saat di sampan. Beruk meminta burung gagak untuk pindah ke belakang, ia ditengah, dan kura-kura tetap di depan. Burung gagak berkata, apa kita ulangi Bukankah sudah kita dengar bersama siapa yang paling bagus dan baik. Beruk menjawab sambil membentak, aku belum puas. Kita kan bertiga, jadi harus kita lakukan tiga kali pula mari terus berhanyut. Mereka pun terus berhanyut, tidak berapa lama hanyut, bertemu pula dengan sekelompok orang yang sedang mandi, beruk berkata dengan tidak sabar: hai saudara encek-encek dan tuan-tuan, tolong katakan siapa diantara kami bertiga ini paling sopan cantik dan gagah Orang pun menjawab menurut kami, kura-kura didepan itu yang sopan, pendiam dan baik rupanya. Dan yang ditengah serupa betul dengan beruk, bulunya kusam, tingkahnya tidak sopan, sedangkan burung gagak yang dibelakang, bulunya yang hitam itu dari jauh sudah nampak kilat, senang mata memandang, berdiri tegak dan sopan. Mendengar jawaban orang itu alangkah marahnya beruk. Sampan itu digoyangnya kekiri dan ke kanan sambil memekik. Hai orang bodoh! Matanya sudah buta agaknya, sehingga tidak dapat lagi melihat dengan baik, tidaklah dia nampak betapa gagahnya aku ini? Singkat cerita, mendengar jawaban yang bermacam-macam, hilanglah kesabaranya. Dihentak dan digoyang-goyangkanya sampan kerak nasi tersebut hingga hancur, burung gagak terbang membubung ke udara, kura-kura dengan tenang berenang ke menuju tempat semula, sedangkan beruk tidak dapat menyelamatkan diri. Untuk berenang keseberang saja dia tidak mampu, matilah dia tenggelam ke dasar sungai. Berita ini disampaikan gagak kepada beruk betina yang menunggu dengan setia, mendapat kabar itu dia menangis tersedu-sedu. Burung di atas pohon itu yang masih saja bermusyawarah terhenti mendengar tangis beruk yang memilukan hati, mereka semua ikut merasakan kesedihan beruk itu. Kini angin sepoi-sepoi sudah berhembus, malam pun telah tiba diambang pintu, mahkluk dimuka bumi semua sudah bergegas pulang ke tempat tinggal masing-masing, demikian juga bangsa binantang semua sudah pulang ke sarang beristirahat di tempat masing-masing. Demikianlah cerita rakyat tentang beruk tua yang banyak menyimpan muatan nilai yang terkandung di dalamnya yang mengajarkan kebaikan dan kesopanan serta budi pekerti agar tidak sombong angkuh dan congkak kepada sesama. Harus pandai menghargai orang lain dan belajar menghormati antara satu dan lainnya. Nilai-nilai tersebut tersirat dalam sebuah cerita rakyat beruk tua tersebut, guna menjadi pembelajaran kepada manusia agar jangan meniru tingkah laku seperti beruk tua tersebut yang sombong.