Di tepi jalan dan berdekatan dengan dengan Pantai Batu Berdaun, Desa Batu Berdaun. Kecamatan Singkep terdapat sebuah meriam kuno yang posisi tidak lazim karena pangkal meriam berada di dalam tanah dan moncongnya tegak menghadap ke atas. Meriam yang posisinya tidak lazim oleh masyarakat sekitar disebut meriam tegak. Sebagian masyarakat percaya meriam tegak mempunyai kekuatan ghaib. Masyarakat percaya, meriam tidak bisa dipindahkan ke tempat yang lain walau pun menggunakan alat berat. Muncul cerita entah dari mana asal usulnya yang menyatakan ada pihak tertentu untuk mencoba memindahkan meriam tegak menggunakan alat berat tetapi gagal. Meriam tidak bisa dicabut dan ditumbangkan karena mempunyai kekuatan ghaib.
Dalam cerita rakyat meriam tegak dicacak oleh Encik Walek seorang perempuan sakti. Menurut cerita rakyat pada zaman dahulu kala di dekat Pantai Batu Berdaun hidup sepasang suami isteri. Suaminya bernama Encik Nuh dan isterinya bernama Encik Walek. Pada suatu hari Encik Walek sakit demam dan kurang sedap makan. Di tengah-tengah demam, Encik Walek teringin manyantap buah mempelam yang pohonnya tidak jauh dari rumahnya. Karena sedang sakit, Encik Walek minta suaminya Encik Nuh menjolok buah mempelam masak. Walau pun telah berulang kali diminta menjolok, Encik Nuh tidak menghiraukan permintaan Encik Walek. Karena Encik Nuh tidak hirau sama sekali, Encik Nuh yang tengah demam naik darah marah. Encik Walik sangat marah dan turun ke tanah untuk menunjukkan kuatnya hendak mengangkat meriam yang ada di tepi pantai, supaya suaminya sadar bahwa menjolok mempelam itu pekerajaan mudah, dibandingkan mengangkat meriam. Encik Walek pun hendak menunjukkan kalau dia bukan perempuan sembarangan yang boleh diremehkan. Di tengah demam panas, Encik Walek berjalan menuju meriam, lalu ditentengnya seperti menenteng raga lalu dengan marah dicacaknya ke bumi pangkal meriam sehingga terbenam di dalam tanah. Meriam yang dicacak menjadi tegak dengan moncong menghadap ke langit.
Melihat isterinya marah mencacak meriam, Encik Nuh terkejut bukan kepalang. Dia baru tahu kalau isterinya orang kuat. Encik Nuh teringat Encik Walek keturunan Orang Kaya Mepar golongan orang kuat dan sakti. Encik Nuh pun malu kepada isterinya, untuk menutup malu dia pun menampar batang pohon mempelam. Karena Encik Nuh orang sakti, pohon mempelam yang ditampar bergegar hebat, dahan dan rantingnya berlipat-lipat seperti dihantam angin topan yang maha dahsyat. Seluruh daun dan buah berguguran ke bumi. Setelah kejadian itu Encik Walek dan suaminya Encik Nuh hidup rukun dan damai. Kemudian mereka pindah ke Pulau Lalang yang terletak di sebelah selatan Pulau Singkep. Di Pulau Lalang Encik Walek dan Encik Nuh mempunyai keturunan. Sampai kini masih dapat ditemukan keturunan Encik Walek dan Encik Nuh di Pulau Singkep. Encik Walek dan Encik Nuh meninggal di Pulau Lalang dan dimakamkan di sana.
Terdapat juga cerita yang lain tentang meriam tegak, konon ada sepucuk meriam di halaman rumah Encik Walek dan Encik Nuh. Karena dianggap mengganggu, Encik Walek meminta suaminya untuk memindahkan meriam ke tempat yang lain. Encik Nuh mencoba untuk memindahkan tetapi gagal karena tidak kuat mengangkat meriam seorang diri. Encik Nuh yang gagal mengangkat meriam berfikir keras mencari cara untuk memindahkan meriam. Encik Walek selalu mengingatkan Encik Nuh untuk segera memindahkan meriam. Karena sering dingatkan oleh isterinya, Encik Nuh menjadi marah dan malah mengatakan jika sanggup isterinya saja yang memindahkan meriam. Hubungan Encik Walek dan suaminya menjadi kurang harmonis karena masalah meriam yang belum bisa dipindahkan. Pada satu hari, Encik Walek melihat lesung kayu yang dibuangnya dibelakang rumah terangkat oleh cendawan yang tumbuh. Fikir Encik Walek, tentu ini cendawan sakti, sebab tumbuhnya bisa membuat lesung terangkat. Encik Walek mengambil cendawan dan dimasak menjadi sayur. Setelah di masak menjadi sayur, cendawan lansung dimakan Encik Walek bersama nasi. Setelah makan sayur cendawan Encik Walek merasa dirinya mempunyai kekuatan besar bisa memindahkan benda-benda berat. Encik Walek turun ke halaman rumah, dicobanya mengangkat meriam. Encik Walek berhasil mengangkat meriam dan dikepitnya di bawah ketiak lalu dicacaknya di satu tempat yang tidak seberapa jauh dari rumahnya. Meriam yang dicacak Encik Walek, pangkal meriam menghunjam bumi dan moncongnya menghadap ke langit sehingga disebut meriam tegak. Pada masa itu Encik Nuh tidak berada di rumah. Saat Encik Nuh pulang dia sangat terkejut melihat meriam telah hilang raib di halaman rumah. Encik Nuh bertanya pada isterinya kemana perginya meriam di halaman rumah. Encik Walek menerangkan, bahwa dia yang memindahkan meriam dan menunjuk tempat meriam diletakkan. Encik Nuh sangat terkejut melihat meriam tercacak di atas tanah. Dia merasa malu, sebab selama ini dia belum berhasil dan meremehkan kemampuan isterinya. Encik Nuh meminta maaf kepada Encik Walek dan hubungan mereka kembali harmonis. Encik Walek tidak pernah membuka rahasia tentang dirinya yang telah makan cendawan ajaib. Meriam yang dicacak Encik Walek dipercaya masyarakat tidak akan dapat dipindahkan karena mengandung kekuatan ghaib.
Cerita Meriam Tegak di Desa Batu Berdaun dipercaya oleh sebagian masyarakat Lingga, sehingga mereka takut dan tidak berani untuk berbuat sesuatu yang bisa merusak keberadaan meriam. Di sebalik cerita meriam tegak, terdapat pesan dalam dunia Melayu, kaum perempuan tidak selalu dianggap sebagai kaum yang lemah tetapi juga mempunyai kemampuan-kemampuan yang setara laki-laki dan tentunya berhubungan dengan persamaan hak-hak perempuan dalam masyarakat modern masa kini. Meriam tegak yang mengandung cerita rakyat atau legenda telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya Kabupaten Lingga yang dilindungi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.