Raja Ali Haji lahir pada tahun 1809 di Pulau Penyengat, waktu itu masih daerah “Riau”. Namun sejatinya ia merupakan keturunan Bugis. Kakeknya Raja Haji merupakan salah satu pahlawan Melayu-Bugis ternama, yang pernah menjabat Yamtuan Muda(atau Perdanan Menteri ke-4(dalam Kesultanan Johor-Riau. Dia pula yang membuat Kesultanan Johor Riau maju pesat sehingga menjadi pusat perdagangan dan Kebudayaan. Daraha sastrawan menurun dari ayahnya, Raja Ahmad, salah satu dari putra Raja Haji. Pangeran Riau pertama yang pergi haji itu merupakan orang pertama yang menyusun epos yang melukiskan sejaarah orang Bugis di Melayu dan hubungannya dengan Raja-Raja Melayu.
Sejak masih anak-anak, Raja Ali haji seringkali mengikuti perjalanan ayahnya ke berbagai daerah untuk berdagang dan termasuk pergi haji. Berbekal pengalaman ini, Raja Ali Haji tumbuh menjadi pemuda berwawasan luas. Raja Ali Haji mendapatkan pendidikan dasarnya daari lingkungan istana Kerajaan Riau di Pulau Penyengat sendiri. Ia mendapat didikan dari tokoh-tokoh terkemuka yang datang dari berbagai daerah. Waktu itu di Pulau Penyengat banyak berdatangan ulama dari berbagai Negeri meramaikan pusat kebudayaan Melayu yang intinya ditekankan pada pengkajian ajaran islam. Mereka datang dan berdomisili di Riau untuk mengajar dan belajar. Hal ini disebabkan di Riau lah Negeri Melayu yang pada masa itu bahasa dan kesustraannya dipelihara dan dikembangkan secara bersemangat dan menyentuh semua kalangan. Dalam hal itu tentu saja anak-anak dari kaum kerajaan yang mendapat kesempatan pertama dan terpilih untuk menikmati pendidikan. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Raja Ali Haji dengan sebaik-baiknya.
Pada tahun 1821, ayahanda Raja Ali Haji, Raja Ahmad kala itu berencana untuk menunaikan ibadah Haji dan menuntut ilmu Fiqih dan Bahasa bersama dengan Raja Ali kecil dan beberapa sanak saudaranya. Waktu itu usia Raja Ali Haji memasuki usia 13 tahun. Sebelum itu, Raja Ahmad beserta rombongannya terlebih dahulu bertolak ke tanah Jawa untuk berniaga. Dalam perjalanannya ke tanah Jawa, Raja Ali Haji banyak menemui ulama guna memperdalam pengetahuan Islamnya terutama ilmu fiqih. Selain dapat memperdalam ilmu pengetahuan keislaman, Raja Ali Haji juga banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan dari pergaulannya dengan sarjana-sarjana kebudayaan Belanda .
Raja Ali Pulang ke tanah Riau setelah menuntut ilmu di tanah Arab, ia telah mempelajari banyak ilmu fiqih dan ilmu bahasa Arab. Waktu demi waktu dalam perjalanan Raja Ali tiada henti untuk mempelajari dan menulis buku. Syair Abdul Muluk 1847, Gurindam Dua Belas 1847, Tuhfat Al-Nafis 1865 dll sebagai bentuk dari karya nyata seorang Raja Ali.
Raja Ali Haji wafat berkisar tahun 1872-1873 di Pulau Penyengat. Ia dikenal luas sebagai Ulama, Sejarawan, Pujangga abad 19, dan Pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat buku pedoman bahasa. Raja Ali Haji dengan kemampuan intelektualnya telah menghasilkan beberapa karya monumental sebagai pengabdian pada bangsa dan Negara. Karyanya mampu merentas zama dan senatiasa menarik perhatian para cendikiawan untuk mengkajinya.
“jika hendak mengenal
orang berbangsa
Lihat kepada budi
dan bahasa”
(Gurindam pasal 5)