Berdasarkan Perjanjian antara Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah dengan Residen Riau Nieuwenhuyzen Tanggal 1 desember 1857, disebutkan bahwa yang menjadi daerah kekuasaan Sultan dalam daerah Kerajaan Melayu Riau Lingga termasuk dalam daerah takluknya yaitu :
- Pulau Lingga dan pulau-pulau sekitarnya, pulau-pulau yang terletak disebelah barat pulau Temiang dan pulau sebelah barat selat Sebuaya
- Pantai pesisir Pulau Sumatra disebut pula; yaitu pulau-pulau yang terletak dan barat Selat Durai. Demikian pula pulau – pulauyang terletak disebelah barat Selat Riau, sebelah selatan Singapura dan Pulau Bintan.
- Di daearah-daerah lainnya pulau-pulau Anambas yang diperintah Pangeran Siantan, Pulau Natuna Besar di bawah pemerintahan Orang kaya bunguran, Pulau Natuna sebelah utara diperintah Orang Kaya pulau Laut, pulau-pulau Natuna selatan dibawah Orang Kaya Subi, Pulau Serasan dibawah Orang Kaya Serasan, Pulau Tambelan dibawah Petinggi Tambelan.
- Begitu juga daerah Inderagiri Hilir bagian hilir, Kuala Gaung, Kuala Sapat dan Retih, semuanya masuk ke dalam Kerajaan Melayu Lingga Riau.
Perjanjian itu diperkuat lagi dengan sebuah perjanjian antara Sultan Abdurrahman Muazam Syah dengan Residen Riau Willem Albert De Kanter tanggal 18 Mei 1905. Isi perjanjian tersebut antara lain menyebutkan: pasal 2 ayat 1 Adapun didalam Kerajaan Melayu Lingga Riau dan daerah takluknya termasuk :
- Sekalian pulau-pulau yang termasuk dalam lingkungan Lingga Riau, Batam, Karimun dan pulau-pulau Tujuh kecil.
- Sekalian pulau-pulau anambas.
- Sekalian pulau-pulau Natuna
- Sekalian pulau-pulau Tambelan
- Sekalian pesisir pulau Perca (Sumatra) disebelah utara Kuala-kuala Inderagiri yang bernama Danai, Kateman, Mandah, Igal,dan gaung disebelah selatan Kuala Indera giri yang bernama Retih.
Bunguran muali tersentuh Belanda dimulai pada tahun 1908 M dengan menempatkan Post Houder/penguasa Pos yang pertama yang berkedudukan di Sedanau yaitu Tuan Kerkhoff. Pada saat itu penguasa daerah di Kepulauan Natuna adalah :
- Seorang Wakil Amir (dari Tarempa Pulau Tujuh)
- Sseorang Penghulu kawal diSedanau
- Seorang Penghulu kawal di Air Mali
- Seorang Penghulu kawal di Tanjung(Bunguran Timur)
Datuk Kaya Wan Ahmad dan Amar Wan Ilyas diangkat amar sementara dalam jabatan. Selanjutnya oleh Sultan diangkatlah Wan Husin menjadi Datuk Kaya Bunguran berkedudukan di Ranai (tahun 1908-1927). Tahun 1913, Kesultanan Lingga Riau berakhir. Oleh karena itu, daerah kekuasaan Kesultanan Lingga Riau langsung diperintah oleh Belanda dibawah pimpinan seorang Resident. Pemerintahan di pulau Tujuh (Natuna-Anambas) di atur dengann Stbl. 1913 No 19 dan ditetapkan berlakunya kepala-kepala distrik sebagai berikut:
- Kepala Distrik Tarempa
- Kepala Distrik Sedanau.
- Kepala Distrik Serasan
Jabatan Kepala Distrik tersebut adalah mantan-mantan Amir dan Datuk Kaya. Sedangkan dari Sembilan daerah datuk kaya yang ditetapkan Sultan sebelumnya masing-masing : Pulau Laut, Pulau Bunguran, Pulau Panjang, Pulau Subi, Pulau Serasan, Pulau Siantan, Letung, Ulu Maras, Kuala Maras, diciutkan hanya menjadi dua kawasan datuk kaya yaitu Orang Kaya Bunguran dan Orang Kaya Pulau Laut. Sedangkan Datuk Kaya lainnya diberhentikan karena korupsi. Dibawah distrik dan onderdistrik terdapat kepal-kepala kampong yang digaji.
Hukum yang yang berlaku di Bunguran:
1. Pengadilan diatur dengan satatsblad 1913 no 1, namun masih dipengaruhi oleh politik Contrac yang lama (tahun1905),diantaranya yang menyangkut kuala dan beberapa peraturan daerah diumumkan dalam Adatrctbundel V.
2. Terdapat Mahkamah Besar, dimana Controler (Kontelir)menjadi ketuannya dan angota-angotanya terdiri dari kepala-kepala distrik dan kepala-kepala onderdistrik serta beberapa kepala kampong yang ditetapkan dengan surat ketetapan resident, seorang pejabat bumiputera sebagai jaksa dan panitera. Kepala-kepala distrik Tarempa, serasan dan Sedanau dan onderdistrik Midai (berdirisendiri) menjalankan pengadilan yang dinamakan mahkamah kecil. Sistem pemerintahan di kedatuan Bunguran dapat dirinci sebagai berikut :
– Post Houder/penguasa pos adalah sebagai wakil pemerintah Belanda yang berkedudukan di Tanjung Belitung dan kemudian pindah kembali ke Sedanau.
– Kepala Distrik Sedanau menguasai administrasi pemerintahan dengan kepal-kepala kampong berada dibawahnya.
– Datuk Kaya Bunguran menagani masalah kemasyarakatan dan adat serta membantu kepala distrik dalam menangani mahkamah kecil.
Pada tahun 1935, untuk pengembangan fungsi mahkamah kecil/adat perlu tugas Datuk Kaya di pulau Bunguran ditingkatkan. Sehingga disamping Datuk Kaya yag telah ada di Bunguran Timur diangkat pula Wan Mohammad Isya anak dari Wan Katam dari Bunguran Timur menjadi Datuk Kaya Bunguran Barat dampai meninggalnya di Sedanau(1935-1941). Wan Mohammad Isya digantikan oleh anaknya yang bernama Wan Isnail menjadi Datuk Kaya di Bunguran Barat. Beliau merupakan Datuk Kaya terakhir yang memerintah hingga tahuhn 1952.
Sumber : Buku Pulau Tujuh : Sejarah dan Masyarakatnya pada Naskah Pohon Perhimpunan Peri Perjalanan
Penerbit : Balai Pelestarian Nilai Budaya Tanjungpinang