Pulau Lingga mempunyai gunung yang terkenal di alam Melayu yakni gunung Daik. Gunung Daik yang tegak menjulang dengan ketinggian lebih kurang 1.165 m, menjadi kebanggaan orang Melayu pulau Lingga. Gunung Daik semakin dihormati oleh sebagian orang Melayu karena dipercaya sebagai tempat kediaman orang bunian. Gunung Daik yang menjadi kebanggan orang Lingga dijadikan juga bagian dari lambang daerah Kabupaten Lingga. Gunung Daik semakin terkenal di alam Melayu lewat karya sastra Melayu lama berupa pantun yang pernah dikarang oleh orang Melayu Lingga zaman dahulu kala, dan pernah dimuat dalam buku Pantun-pantun Melayu yang disusun oleh Haji Ibrahim Orang Kaya Muda dengan dibantu oleh H. Von de Wall, dan dicetak dipercetakan W Bruining di Batavia tahun 1877. Dalam kumpulan pantun dapat ditemukan penggunaan gunung Daik sebagai sampiran pantun yang berbunyi:
Pulau Pandan jauh ketengah Gunung Daik bercabang tiga Hancur badan dikandung tanah Budi yang baik dikenang juga |
Gunung Daik mempunyai tiga puncak yang bercabang tiga dan menurut cerita rakyat yang kabarnya berasal dari cerita Orang Kaya Cening yang bernama Abdul Manan, dikisahkan disetiap cabang mempunyai nama tersendiri. Cabang yang sebelah kanan paling besar bernama gunung Lingga, dan ditengah-tengah tegak runcing disebut dengan pejantan. Paling kiri yang pendek bernama cindai menangis. Dalam legenda yang hidup di tengah masyarakat Lingga, cabang cindai menangis yang pendek akibat patah dan jatuh ke laut menjadi Pulau Pandan yang terletak di sebelah barat pulau Lingga. Pulau Pandan sebuah pulau kecil yang tidak berpenghuni.
Terdapat berbagai legenda tentang patahnya gunung Daik di tengah masyarakat Lingga. Menurut cerita rakyat, patahnya gunung Daik akibat pertarungan Datuk Kaya Kuning dengan Mak Yah seorang wanita penguasa Lingga yang menjadi raja Orang Laut Lingga.. Pertarungan dilakukan untuk adu kesaktian masing-masing mematahkan satu diantara puncak cabang gunung Daik. Sebelum bertarung Datuk Kaya Kuning dan Mak Yah berjanji, jika Mak Yah kalah dia akan menyerahkan kekuasaan kepada Datuk Kaya Kuning. Dalam adu kesaktian, Mak Yah yang pertama mematahkan puncak gunung. Namun walau pun telah berupaya mengeluarkan seluruh kesaktiannya tetapi usahanya gagal. Mak Yah menyerah karena kesaktiannya belum mampu mematahkan sebuah puncak gunung. Selanjutnya Datuk Kaya Kuning diuji kesaktiannya mematahkan puncak gunung. Datuk Kaya Kuning yang sakti berhasil mematahkan satu diantara puncak gunung. Patahan puncak gunung yang patah berguling ke bawah dan jatuh ke laut menjadi sebuah pulau yang diberi nama Pulau Pandan. Melihat kesaktian Datuk Kaya Kuning, mengakibatkan Mak Yah mengaku kalah. Setelah menerima kekalahan, Mak Yah mengakui tunduk terhadap Datuk Kaya Kuning. Mak Yah menyerahkan kekuasaanya kepada Datuk Kaya Kuning untuk menjadi raja di seluruh Lingga memerintahkan Orang Laut.
Legenda yang lain tentang gunung Daik mengisahkan tentang patahnya gunung Daik bersamaan dengan berakhirnya pertapaan raja Inderagiri yang ingin menambah kesaktian. Menurut cerita rakyat, raja Inderagiri mendaki gunung Daik untuk bertapa. Di hari akhir bertapa raja Inderagiri mendengar suara gemuruh dan dilihatnya satu diantara puncak gunung Daik patah dan berguling ke bawah. Raja Inderagiri segera mengakhiri pertapaannya untuk menyelamatkan diri. Dia berlari turun ke bawah gunung untuk menyelamatkan diri dan tidak sadar keris saktinya terjatuh. Patahan puncak gunung berguling ke bawah dan jatuh ke laut menjadi pulau pandan.
Cerita rakyat tentang patahnya gunung Daik berhubungan dengan pertanda kematian Datu Kaya Montel yang tinggal di pulau Lingga. Pada suatu hari Datuk Kaya Montel penguasa Lingga dan juga menjadi raja Orang Laut sakit keras. Orang Laut yang mendengar Datuk Kata Montel sakit keras datang berhimpun ke pulau Mepar. Sebelum meninggal Orang Laut mendapatkan pesan dari Datuk Kaya Montel, jika terjadi suatu hal yang aneh dan menggemparka di pulau Lingga bertanda dirinya telah meninggal dunia. Setelah mendengar wasiat dari Datuk Kaya Montel, seluruh Orang Laut kembali ke tempat masing-masing untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.
Kondisi Datuk Kaya Montel belum juga membaik dan pada suatu hari tiba-tiba terdengar suara gumuruh yang dahsyat di atas puncak gunung Daik hingga sampai ke laut. Orang Laut terkejut mendengar suara bergemuruh gunung dan pagi harinya mereka melihat satu diantara puncak gunung telah patah. Di tengah laut muncul pulau baru yang berasal dari patahan puncak gunung. Orang Laut yang teringat dengan wasiat Datuk Kaya Montel dan mereka sangat bersedih hati. Patahnya salah satu puncak gunung Daik sebagai tanda alam telah wafatnya Datuk Kaya Montel di pulau Mepar. Orang Laut yang teringat wasiat dari Datuk Kaya Montel datang kembali beramai-ramai mengunjungi pulau Mepar untuk menyampai duka cita. Ada makna dibalik cerita rakyat patahnya gunung Daik, yakni tentang manusia wajib menepati janji.
Nama puncak ’Cindai Menangis’ Semula bernama cindai ( tanpa kata ’menangis) Kata ’menangis’ ketika itu belum melekat pada kata ’cindai’ terdapat alasan yang kuat, kata ’menangis’ ditambahkan pada kata ’ cindai’ Alasan itu didasari pada peristiwa tertentu yang pernah terjadi pada zaman dahulu kala.
Sebelum puncak cindai itu patah, masyarakat sekitar gunung yang indah permai itu sering mendengar suara tangisan menurut orang – orang faham yang bermungkim di sekitar pulau itu, suara tangisan yang selalu terdengar pada malam hari itu bersumber dari puncak terindah itu. Setelah patah, orang – orang tua menafsirkan bahwa tangisan tersebut menandakan perihal dirinya akan patah. Dia sedih bahwa dirinya akan berpisah untuk selamanya dengan cabang lain yakni Daik dan Pejantan. Sesungguhnya ada cerita tersendiri tentang puncak terendah itu yang harus hengkang dari atas gugusan puncak gunung yang sangat menawan kalbu jika ditengok dari Desa Kota Kecamatan Singkep atau dari Desa Duara, Kecamatan Lingga.
Sesuai dengan judul cerita ini, patahnya Gunung Daik itu ( Puncak Cindai Menangis ) tidak dapat diketahui pasti waktu terjadinya. Namun demikian, dikaitkan dengan orang – orang kuat yang pernah hidup di Daik, patahnya puncak cindai ini bersamaan dengan meninggalnya Datuk Kaya Montel. Datuk Kaya Montel adalah penjaga Laut, yang bertempat tinggal terahkir di Mepar sebuah pulau kecil yang dijadikan benteng oleh sultan. yang terletak arah Selatan Pulau Lingga. Datuk Kaya Montel disegani oleh setiap orang bukan hanya kekuatan fisiknya melainkan juga karna kekuatan batinnya. Dalam situasi yang sangat mendesak dia dapat membuat air laut seperti tanah yang dapat dipijak untuk kegiatan berjalan.
Sumber : Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga