Dalam budaya berpakaian Melayu Lingga, terdapat berbagai kain tradisional yang lazim dipakai oleh masyarakat Melayu. Diantara kain yang dipakai terdapat satu jenis kain tradisional yakni kain telepuk. Makna dari kain telepuk yakni menelepuk atau memberikan motif pada kain menggunakan kertas emas dengan cap. Dalam tradisi berpakaian di Lingga, kain telepuk dipakai untuk acara adat istiadat, seperti untuk pengantin bersanding dan menghadiri majelis upacara adat. Orang-orang tua di Lingga menyatakan, kain telepuk tidak lazim dipakai oleh kaum wanita dan hanya dikhususkan untuk kaum laki-laki.
Dalam sejarah Kerajaan Lingga-Riau, kain telepuk tidak boleh sembarangan dipakai oleh masyarakat Melayu. Mengenai aturan Istiadat bekerja besar bertabal kawin, kain telepuk dilarang dipakai oleh masyarakat yang bukan bangsawan di dalam menghadiri majelis, dan hal ini diatur pada bagian pasal keempat yang di nyatakan:
Syahadan, jikalau ada orang baik-baik atau orang kebanyakan akan memakai pakaian yang dilarangkan, seperti memakai kain yang tiada berkepala, atau kain telepuk, dan kain berantai putih; atau barang sebagainya, yang telah dilarangkan oleh raja, maka hendaklah penghulu istana panggil kepada tempat yang sunyi, beri nasehat dengan perkataan yang lemah lembut, serta ganti kain bajunya, jangan diberi malu; dan jika ingkar jua ia, maka kuasalah penghulu istana mengeraskan, tetapi biarlah pada tempat yang sunyi. Jika engkar jua ia, baharulah dilakukan hukuman orang yang melanggar perintah raja;….” (Ahmad, 1985:54)
Masyarakat Lingga bukan saja sekedar memakai, tetapi juga memproduksi kain telepuk dan menenun kain. Di wilayah Daik, sebagai tempat kedudukan istana Sultan Lingga-Riau, terdapat tempat pembuatan kain telepuk. Rumah Datuk Laksamana Lingga Haji Encik Muhammad Yusuf di Kampung Tengah Daik, sepertinya pernah menjadi tempat pembuatan kain telepuk. Di rumah ini dapat ditemui peninggalan berupa cap berbahan kayu untuk pembuatan kain telepuk.
Selain rumah Datuk Laksamana, rumah milik Syarifah Luk yang berada di Kampung Putus Daik pernah juga menjadi tempat pembuatan kain telepuk. Menurut Said Barakbah Ali, rumah ini milik buyutnya Said Abdullah al-Yahya menantu dari Orang Kaya Lingga Encik Montel yang dibangun zaman Kerajaan Lingga-Riau. Said Barakbah Ali juga menyatakan, buyutnya Said Abdullah Ali seorang pengusaha sukses dan menggeluti juga perdagangan kain.
Dari segi corak, Kain Telepuk berwarna dasar biru tua dan bermotif bunga-bunga kecil-kecil berwarna kuning emas. Membuat motif kain telepuk secara tradisional menggunakan kertas emas dengan cara di cap pada kain. Untuk melekatkan kertas emas melekat di kain digunakan perekat tertentu. Untuk membuat motif pada kain telepuk, menurut Siti Zainon Ismail dkk (2012:29) dinyatakan:
Kain yang telah digerus dibentang untuk proses menelepuk dilakukan. Proses telepuk dimulakan dengan menyapu sedikit gam Arab pada lengan menggunakan sudip buluh mengikut saiz sarang bunga telepuk yang hendak digunakan. Sarang bunga akan ditekap pada lengan bergam lalu dicetak pada permukaan kain. Kertas emas diletakkan dengan teliti diruang bergam dan diketuk secara perlahan dengan batang berus buluh. Seterusnya lebihan perada disapu menggunakan berus bagi meninggalkan kesan motif yang dicetak sahaja.
Dalam membuat corak pada kain telepuk, ditambah motif kepala kain yang berbeda dengan motif dasar. Kepala kain terletak ditengah-tengah dengan ukuran tertentu sepanjang lebar kain. Kepala kain dibuat sebagai penghias kain agar lebih nampak indah dan jika dipakai diletak pada bagian belakang sebagai penanda pakaian kaum laki-laki. Di masa kini karena keterbatasan peralatan, pembuatan motif kain telepuk mengikuti cara modern. Pengrajin menggunakan plastik tipis transparan yang telah ditebuk tembus dengan bentuk motif tertentu. Kain yang akan diberi motif diletakkan plastik sebagai acuan motif, kemudian diberi olesan cairan kental berwarna kuning keemasan berbahan tertentu. Setelah dioles, plastik diangkat dan meninggalkan bentuk motif tertentu berwarna kuning keemasan. Kain yang telah diberi motif selanjutnya di jemur di bawah panas matahari hingga mengering. Selanjutnya agar bisa digunakan sebagai kain dagang, kain telepuk dijahit untuk dijadikan kain sarung.
Sumber : Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga