Pada tarakhir abad ke- 19 , Kerajaan Riau-Lingga telah secara penuh menjadi bagian dari system pemerintahan colonial Belanda dengan status daerah zelfbestuur (semacam daerah otnomi atau swa-praja “terbatas”). Namun demikian, posisi ini masih memungkinkan Yang Di Pertuan Riouw Raja Muhammad yusuf melakukan reorganisasi, mutasi, dan reformasi besar-besaran dalam pemerintahan kerajaan Melayu itu. Sejumlah peraturan tertulis tentang birokrasi dan pengaturan keamanan yang baru dibuat dan dicetak. Tahun 1895, undang-undang Furuk al-makmur yang mengatur pekerjaan para kepala-kepala pemerintahan local yang berpangkat kecil dan besar dalam kerajaan Riau-Lingga dibuat dan dicetak di Pulau Penyengat. Di tempat yang sama dua tahun sebelumnya dicetak juga sebuah peraturan yang dinamakan Undang-undang Polisi, sebagai pedoman mengatur keamanan dan kawalan negeri.
Undang-Undang Polisi Kerajaan Riau-Lingga dapat dilihat sebagai upaya pemerintahan pribumi dalam menciptakan tata kelola ‘kepolisian modern’ lengkap dengan aturan-aturannya secara tertulis ditengah-tengah kolonialisme yang semakin gencar. Juldul lengkap kkhazanah pustaka hokum yang disusun oleh pemerintahan Kerajaan Riau Lingga ini adalah : bahwa inilah Undang-Undang Polisi Yang Terpakai di Dalam Kerajaan Riau Lingga Dengan Segala Daerah Takluknya, dengan judul tambahan Undang-Undang Kawalan Kerajaan Riau –Lingga Dengan Segala Daerah Takluknya.
Khazanah pustaka klasik yang asalnya tentulah sebuah manuskrip ini, dicetak oleh Mathba’ah (percetakan) al- Riauwiyah milik kerajaan Riau-Lingga di Pulau Penyengat pada tarikh 16 Rabiul awal sannah 1311 H bersamaan dengan 24 Desesmber 1893 M. Sebagai tanda sah pemberlakuan aturan-aturan kawalan dalam Undang-Undang Polisi ini, maka pada sisi atas halaman awalnya dicantumkan logo kebesaran diraja milik Yang Di Pertuan Riouw Raja Muhammad Yusuf al-Ahmadi dalam format kaligrafis yang indah.
Undang-Undang Polisi Kerajaan Riau Lingga, mengandung 15 muka surat yang menjelaskan aturan-aturan resmi polisi dan kawalan di Kerajaan Riau-Lingga. Seluruh isi Undang-Undang Polisi Kerajaan Riau Lingga terdiri dari 5 bagian yang dijabarkan dalam 30 pasal. Kelima bagian tersebut diawali dengan sebuah pengantar, yang menjelaskan perihal keharusan mengangkat orang kawalan yang terdiri Hulubalang sambang (peronda keliling kampong) yang berada dibawah Panglima kawalan; Mando Opas;Lid Mandor; dan Opas. Lengkap dengan syarat dan tugasnya, diantaranya :
- Bagian pertama terdiri dari 5 pasal, menjelaskan aturan di luar tugas kawalan atau penjagaan yang menjadi tugas pokok orang kawalan (pengawal negeri).
- Bagian kedua terdiri 2 pasal yang menjelaskan perihal laporan kawalan dan siapa saja yang harus menerimanya.
- Bagian ketiga , menjelaskan aturan tentang kapan orang kawalan harus menyelidiki suatu tindak kejahatan dengan atau tanpa perintah dari ahli keadilan (raja/pemerintah) atau mahkamah kecil di tingkat Keamiran maupun Mahkamah besar di pulau Penyengat, bagian ini juga dijelaskan bahwa salah satu tugas orang kawalan adalah mengurus masalah kebakaran rumah dan lain sebagainya.
- Bagian Keempat yang terdiri dari 3 pasal, berisikan penjelasan lebih rinci dan tegas tentang keharusan mutlak yang wajib dipatuhi oleh anggota polisi atau orang kawalan Kerajaan Riau-Lingga
- Bagian kelima terdiri dari 2 pasal, mengatur prihal penghargaan yang layak dan wajib diberikan oleh keadilan negeri (pemerintah) terhadap kesempurnaan kerja-kerja dan kewajiban yang telah dilakukan oleh polisi atau orang kawalan negeri.
Kelima bagian isi Undang-Undang Polisi ini ditutup dengan daftar perlengkapan polisi atau orang kawalan yang wajib dipelihara dan berada dalam pegangan Panglima Kawalan seperti; tempat obat bedil, lampu gelap(senter),jam, pasung tangan (gari), senapang, gancu , jurnal dan alatan penyurat, baldi dan bomba (pompa pemadam api untuk kebakaran).