Tradisi Pakaian Tradisional “Kain Dagang”

Dalam tradisi pakaian tradisional Melayu Lingga, baik kaum pria atau wanita perlu menggunakan kain dagang. Kain dagang dimaksud bukanlah kain untuk orang yang sedang berdagang atau berniaga. Kain dagang merupakan kain sarung yang dipakai kaum pria atau wanita sebagai pelengkap berpakaian Melayu. Dalam pakaian tradisional Melayu, kaum pria belum dianggap lengkap dan sempurna berpakaian hanya sekedar memakai penutup kepala seperti songkok atau destar, berbaju dan bercelana. Perlu dilengkapi dengan kain dagang yakni kain sarung yang dipakai dengan cara disarung dibadan menutupi sebagian celana.


Yang Dipertuan Muda Lingga-Riau, Raja Muhammad Yusuf Al-Ahmadi (1858-1899)
Berkain dagang dalam
Sumber: https://www.geheugenvannederland.nl/en/geheugen/view/quot-h-onderkoning-riouw-quot–barth-taggesell-photographen-artists?coll=ngvn&maxperpage=36&page=1&query=onderkoning+van+Riouw&identifier=VKM01%3AA209-2

Tentang kain sarung dalam hal ini kain dagang sebagai pelengkap pakaian laki-laki di Lingga-Riau, ada dijelaskan oleh Raja Ali Haji dalam Kitab Pengetahuan Bahasa yang selesai disusun dalam tahun 1858. Dalam Kitab Pengetahuan Bahasa, Raja Ali Haji menyatakan, “Adapun pakaian orang Melayu daripada dahulu, sehelai seluar di pakai di dalam, kemudian baharulah memakai kain, bugiskah atau sutera….” (Hamzah Yunus, 186/1987:197)

Dalam tradisi Lingga-Riau Kain Dagang menunjukkan kesopanan dan kesantunan dalam berpakaian. Jika tidak memakainya maka dianggap kurang sopan dan melanggar adat istiadat. Mengenai hal ini, Raja Ali Haji dalam Kitab Pengetahuan Bahasa menyatakan,

Jadi tiadalah berbeda lagi bangsa Melayu dengan bangsa Inggeris dan Holanda, dan Cina. Sementelahnya yang makan-makan gaji kepada mereka itu, dan sekampung dengan mereka itu, terkadang berjalan dengan seluar, bulat serta baju sahaja hanyalah sapu tangan dikepala sahaja yang tinggal lagi tiadalah manis, dan sekali-sekali dipandang seperti orang gila, atau seperti kanak-kanak, karena orang Melayu berjalan berseluar bulat itu, tiada sekali-kali adatnya, bersalahannya, Inggeris dan Holanda karena pakaian mereka itu memang adanya (Hamzah Yunus, 1986/1987:197)”

Begitu pentingnya kain dagang sebagai pakaian terhormat kaum pria Melayu, tidak saja hanya untuk dipadankan dengan pakaian tradisional tetapi juga dengan pakaian modern. Sultan dan Raja di Lingga-Riau memakai sebagian pakaian modern dengan dipadankan dengan  kain dagang.

Kepala kain sarung yang berbeda dengan corak utama keseluruhan kain
Kain telepuk koleksi Museum Linggam Cahaya

Memakai kain dagang dalam tradisi Melayu Lingga juga mempunyai makna dan penanda. Kaum pria yang belum menikah memakai kain dagang hanya labuh sampai ke paras atas lutut. Untuk kaum pria yang telah berkeluarga labuh sampai ke bawah lutut sekitar paras tulang kering. Dalam memakai kain dagang terdapat dua jenis, yakni kain dagang dalam dan luar. Kain dagang dalam bermaksud kain yang dipakai di dalam baju. Untuk di Lingga, kain dagang dalam khas dipakai dengan baju kurung Teluk Belanga. Kain dagang luar pula, bermaksud kain yang dipakai di luar baju, Kain dagang luar dipakai dengan baju kurung Cekak Musang. Untuk acara resmi seperti upacara adat, hari raya, hari besar agama Islam lainnya, dan acara tertentu lazim kain yang dipakai antara lain seperti kain songket dan telepuk sebagai kain dagang dalam berpakaian tradisional. Hal ini dilakukan karena kain songket dan telepuk dianggap lebih indah dan berkulitas  sehingga tidak lazim dipakai sehari-hari atau di acara tidak resmi.

Berbeda dengan kaum wanita, tidak semua pakaian tradisional yang dipakai dengan kain dagang. Kain dagang hanya dipakai dengan baju kurung dan kain sarung. Kain dagang hanya dipakai dalam acara adat istiadat. Dalam pakaian sehari-hari tidak lazim menggunakan kain dagang. Kain dagang yang dipakai perlu mempunyai kepala sebagai penanda untuk kaum wanita yang gadis, menikah dan janda.

Wanita Melayu berkain dagang yang hadir dalam majelis satu akad nikah di Daik tahun 2018
Dari kanan berkain dagang dalam berbaju kurung Teluk Belanga
Di kiri berkain dagang luar berbaju kurung cekak musang

Cara memakai kain dagang untuk kaum wanita yakni, setelah memakai baju dan kain sarung, dipakai lagi satu kain sarung yang menutupi baju dan kain sarung. Untuk yang masih gadis kain dagang dipakai dari pinggang hingga sampai ke atas lutut dan kepala kain diletak di bagian depan. Untuk yang telah menikah, kain dagang labuh sampai ke bawah lutut paras tulang kering dan kepala kain diletakkan di samping bagian kanan. Untuk janda kepala kain diletak disamping bagian kiri. Kain yang dipakai lazim seperti songket dan kain tenun. Kain batik tidak lazim dipakai sebagai kain dagang karena dipakai sebagai kain sarung.

Sumber: Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga