TRADISI BERGANJAL NGACAU

Masyarakat Kabupaten Lingga masih menjaga budaya tolong-menolong atau pun bekerjasama saling bantu-membantu secara suka rela dalam acara adat istiadat atau lainnya yang memerlukan tenaga orang ramai. Budaya saling bantu membantu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan ini termasuk gotong-royong atau dalam istilah masyarakat Melayu Lingga disebut berganjal. Budaya gotong-royong atau berganjal telah bersebati dengan masyarakat Melayu Lingga karena sifat masyarakat yang punya rasa peduli dan jiwa kemanusiaan yang dalam terhadap orang lain, terutama sanak keluarga dan tetangganya. Karena punya semangat gotong-royong, sebagian masyarakat yang mencari nafkah sendiri akan meninggalkan pekerjaannya sehari atau dua hari untuk membantu. Bantuan terhadap orang yang mempunyai hajatan berupa tenaga mau pun keahlian. Kadangkala ada yang mengulurkan sejumlah barang dan uang untuk meringankan beban orang yang punya hajatan.

Di Lingga, hajatan besar yang dilakukan oleh masyarakat antara lain acara adat istiadat pernikahan, khatam Al-Quran, Akikah dan sebagainya yang membutuhkan tenaga orang banyak. Lazimnya acara adat istiadat seperti acara adat istiadat pernikahan dilaksanakan di rumah masing-masing, hanya sebagian kecil yang menyewa gedung pertemuan. Begitu juga dalam penyediaan makanan, masyarakat lebih suka memasak di rumah sendiri. Agar berlansung lancar, yang punya hajat memerlukan bantuan tenaga orang ramai dalam menyiapkan berbagai keperluan seperti mendirikan bangsal, masak dan mengemasi berbagai barang yang diperlukan. Tetangga dekat, sanak keluarga dan orang-orang sekitar kampung menjadi pihak-pihak yang sangat penting dalam membantu melancarkan acara.  Pihak yang berhajat akan meminta bantuan dengan cara mendatangi lansung orang yang bersangkutan mau pun lewat jemputan dengan mengutus seseorang menyampaikan pesan.

Membuat makanan dan minuman dalam acara adat istiadat dilakukan dengan cara bergotong-royong dengan pembagian tugas masing-masing. Seperti contohnya yang dilakukan di Daik, kaum laki-laki yang bertugas mengurusi makanan dan minuman di bangsal masak. Untuk urusan penyediaan lauk pauk dipimpin oleh seorang juru masak. Beberapa orang akan membantu menyediakan bumbu dan turut membantu memasak. Juru masak juga sekaligus menyiapkan hidangan makanan yang akan disantap para tamu. Untuk penyediaan nasi dipimpin juga seorang juru masak berserta pembantunya. Begitu juga untuk penyediaan air minum seseorang akan memimpin menyediakan air manis.

Kue-kue atau penganan manis termasuk makanan yang dihidangkan dalam acara adat istiadat. Penganan manis bukan saja sebagai pencuci mulut setelah menyantap nasi, tetapi di dalam acara adat istiadat dijadikan makanan hadiah untuk orang yang berzanji. Dodol dan wajik merupakan penganan manis yang dijadikan makanan pencuci mulut dan hadiah untuk orang yang berzanji. Orang melaksanakan acara adat istiadat kadangkala memerlukan wajik atau dodol dalam jumlah banyak sehingga membutuhkan bantuan lebih dari satu orang untuk membuatnya.

Pembuatan dodol dan wajik menggunakan wadah kuali besar diletakkan di atas tungku dengan bahan bakar kayu di atas tanah. Orang yang bergotong royong akan silih berganti mengaduk-aduk atau mengacau bahan-bahan wajik atau dodol yang berada dalam kuali besar sampai matang. Bergotong-royong mengaduk-ngaduk wajik dan dodol sampai matang, di sebut dengan tradisi berganjal ngacau. Tradisi berganjal ngacau telah ada di Lingga sejak lama. Menurut cerita masyarakat tradisi berganjal ngacau telah lama ada di Lingga dan pada zaman Kerajaan Lingga-Riau dahulu, tradisi berganjal ngacau merupakan bagian dari tradisi para bangsawan di Lingga.

Sebelum melaksanakan berganjal ngacau, dipersiapkan bahan-bahan untuk membuat dodol atau wajik. Peralatan seperti kuali aluminium atau tembaga, kayu untuk mengaduk bahan-bahan dan tungku masak perlu dipersiapkan. Untuk memasak digunakan kayu api dan perlu waktu berjam-jam untuk menunggu makanan masak.

Tradisi berganjal ngacau merupakan bentuk sikap tolong-menolong atau gotong-royong meringankan beban sekaligus memperlancar orang yang melaksanakan acara adat istiadat. Tradisi berganjal ngacau sangat penting, disamping meringankan beban orang lain juga mempererat hubungan antara masyarakat. Pada saat melakukan tradisi berganjal ngacau, masyarakat bisa berinteraksi satu sama lain. Mereka berbincang-bincang dan kadang disela dengan senda gurau sebagai hiburan. Setelah selesai pekerjaan, mereka akan dihadiahkan dodol atau wajik oleh yang melaksanakan acara untuk dibawa pulang sebagai ucapan terima kasih.

Tradisi berganjal ngacau masih terus dipertahan oleh sebagian masyarakat Melayu di Kabupaten Lingga dalam melaksanakan acara adat istiadat pernikahan, khatam al-Quran, Akikah dan sebagainya.

 

Sumber : Dinas Kebudayaan Kabupaten Lingga