Sondong

Sondong merupakan istilah yang sangat akrab bagi masyarakat Melayu di pesisir pantai Kepulauan Riau, termasuk di Kota Tanjungpinang. Sondong adalah alat untuk menangkap udang yang terdiri dari jaring yang terikat pada dua batang kayu. Sedangkan aktifitas menangkap udang dengan menggunakan alat sederhana ini disebut dengan  menyondong. Alat tangkap udang sederhana ini telah diwariskan dari generasi ke generasi oleh masyarakat pesisir pantai Kepulauan Riau secara turun temurun. Membuat sondong tidaklah terlalu sulit dan mahal. Hanya membutuhkan dua batang kayu bulat yang disilangkan seperti gunting sepanjang 5 sampai 7 meter. Pada kedua kayu bulat tersebut diikatkan jaring sepanjang 3 sampai 5 meter untuk menangguk udang. Agar kayu sondong tidak tersangkut atau tertancap di dasar laut, maka di ujung kayu sondong dipasang  bantalan, sehingga ketika tiang sondong diturunkan dan digerakkan di dasar laut tidak akan tersangkut atau terbenam di lumpur. Bantalan tersebut ada yang terbuat dari karet ban, ada juga yang dari kayu. Biaya untuk membuat satu buah sondong lebih sekitar Rp 150 ribu saja. Dengan alat sederhana inilah masyarakat melayu di pesisir pantai menangkap udang. Kegiatan menyondong udang dilakukan pada saat air laut sedang surut.  Biasanya, dilakukan pada pagi, sore, atau malam hari.Sedangkan lamanya waktu menyondong, tergantung pada lamanya air surut. Jika air laut sudah bergerak naik, maka para penyondong akan kembali naik ke darat. Lokasi menyondong udang hanya bisa dilakukan di daerah pinggir pantai yang berpasir ataupun berlumpur. Sebab jika dilakukan di daerah pantai yang berbatu atau berkarang, maka jaring akan sering tersangkut atau robek robek.

Cara menggunakan sondong tidaklah terlalu sulit. Cukup dengan membenamkan kayu dan jaring ke dasar laut, lalu didorong. Sekilas kegiatan menyondong ini terlihat gampang dan menyenangkan, namun tidaklah mudah untuk berjalan di pinnggir laut dengan permukaan air hampir setinggi dada. Biasanya nelayan sondong akan berjalan lurus ke depan dengan mengarahkan jaringnya ke dalam air dengan jarak tertentu. Setelah cukup rasanya udang masuk ke dalam jaring, sondang akan diangkat untuk memindahkan udang hasil tangkapan ke wadah yang telah disediakan. wadah untuk menyimpan udang ini disebut dengan tanggul. Kadang kadang tidak hanya udang yang tersangkut dalam jaring sondong, adakalanya juga kepiting, gamad, dan ikan. Sejumlah wilayah pesisir pantai di Kota Tanjungpinang yang sering dijadikan lokasi untuk menyondong udang adalah, Teluk Keriting, Tanjung Unggat, Pantai Impian, Dompak Seberang, Pinang Marina, Tanjung Lanjut, Pantai Suntuk, Kelam Pagi, dan Kampung Bugis. Sedangkan di wilayah Kabupaten Bintan, dapat ditemukan di Pulau pengujan, selat bintan dan desa busung di pulau bintan. Sebagian masyakarakat melakukan kegiatan menyondong udang ini hanyalah sebagai penghasilan tambahan. Biasanya mereka turun ke laut sesudah pulang kerja, sore atau malam hari saja. Sekitar dua atau tiga jam menyondong mereka sudah memndapatkan dua atau tiga kilo udang. Satu kilo udang mereka jual dengan harga 60 ribu rupiah. Namun untuk udang yang masih hidup harganya lebih mahal berkisar Rp 100 ribu per kilonya. Udang hidup ini biasanya digunakan sebagai umpan untuk memancing ikan. tempat tempat penjualan udang hasil menyondong ini biasanya dengan mudah dapat ditemukan di Tepi Laut samping kantor Perpustakaan Tanjungpinang. Sejumlah tiang tempat udang digantung dipasang berjejer di pinggir jalan. Khusus untuk penjual udang hidup dapat ditemukan di daerah Tanjung Unggat, Kampung Melayu, Teluk Keriting, Sei Jang, dan Perumnas Pramuka.

 

Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang