PUTRA LOKAN

Pada masa zaman dahulu di hulu sungai Bintan, memerintahlah seorang raja yang sangat tersohor. Negeri Bintan terbenah dalam suasana adil, makmur dan sejahtera. Baginda belum berputra, walaupun baginda sudah belasan tahun berpermaisuri. Hal inilah yang membuat suasana muram disekitar istana itu, bagaikan setiap saat tersaput mendung menanti cuaca belum bersinar-sinar juga.

Menurut riwayatnya, suatu ketika baginda sedang bersenang-senang di lembah muara sungai. Sementara baginda beristirahat, permaisuri turun bersiram bersenang-senang bersama inang pengasuh. Sedang asyik bersimbur-simburan air berlangir dan berkasai, tiba-tiba saja permaisuri jatuh terjerembab di tepian mandi itu. Melihat hal yang tiba-tiba saja terjadi itu, inang dayang jadi terkejut dan suasana menjadi panik. Diantara mereka ada yang bertangis-tangisan, dan ada pula yang hilir mudik tak tahu lagi apa yang harus diperbuat demi menyelamatkan permaisuri.

Apakah yang telah terjadi?, baginda bersabda sambil terengah-engah di lereng tebing. Harap diampun tuanku, patik akan bercerita dihadapan tuanku perihal mengenai keadaan permaisuri tuanku. Beliau terjatuh dan tak sadarkan diri. Pada hal inang dayang cukup hati-hati menjaga diri permaisuri di saat mandi bersuka ria itu. Nah, baiklah beta kesana, panggil dukun,titah baginda kepada hulubalang. Dan hulubalang itu pun berlalu menjunjung titah dengan segera. Permaisuri kelihatan pucat lantaran menahan sakit apalagi selalu muntah-muntah iar yang membuat keadaan permaisuri jadi tambah tak berdaya. Melihat demikian, dukun yang datang untuk mengobati itu bukan langsung akan mengobati permaisuri, malahan beliau jadi ketawa terbahak-bahak. Yang hadir jadi heran melihat rangai dukun yang lancing itu. Baginda raja jadi murka, dan bersabda dengan suara lantang:

“Hei dukun..kenapa kau malah jadi tertawa? sedangkan permaisuri beta termuntah-muntah lantaran tak tertahan derita. Ampun tuanku. Patik sebenarnya tiadalah memandang bahwa permaisuri sedang sakit. Harap diampun tuanku, sebenarnya permaisuri sedang mengandung putera pertama tuanku empunya diri, demikian tuanku. Benarkah katamu itu hai dukun, Benarkah bahwa beta sedang mulai mengidam kandungan? permaisuri nampak bersemangat dan menatap dukun itu dengan penuh harap.

Sembilan bulan sepuluh hari masa di tunggu tidaklah terlalu lama. Permaisuri pun bersalin. Namun, semuanya jadi kecewa, karena dari desas-desus yang tersiar bahwa permaisuri bukanlah melahirkan seorang putera seperti yang di harap-harapkan, malahan sebaliknya permaisuri melahirkan seekor lokan. Ketika pada suatu malam bulan purnama mengambang, pelan-pelan lokan yang sebesar sepemeluk dan panjang empat hasta itu membuka kulitnya. Dari kulit yang mengganga itu, keluarlah seorang anak muda yang terlalu gagah perkasa serta sangat tampan parasnya, yang menyebabkan permaisuri dan nenek kebayan jadi terpesona.

Setelah mufakat, maka putera lokan diajak oleh bundanya kembali ke Bintan untuk menjengguk kerajaan baginda raja ayahandanya. Mereka bertiga pun segera turun menyelusuri lembah dan langsung ke negeri Bintan. Begitu lama putera lokan belum juga dapat berjumpa dengan ayahandanya raja tua. Dari berita orang-orang yang didengarnya mengatakan bahwa baginda sedang di benam di perigi racun, karena negeri Bintan sudah jatuh di bawah kekuasaan Bendahara. Dengan takdir Tuhan juga, putera lokan mendapat kemenangan, dan Bintan kembali ketangannya. Setelah berkuasa, putera lokan segera mencari perigi racun tempat pembenaman raja tua ayahandanya. Dan akhirnya apa yang di carinya itu pun bertemulah. Dengan tak membuang tempoh putera lokan mengeluarkan ayahandanya dari tempat maut mengancam itu. Atas kebesaran Yang Maha Kuasa jugalah maka tuanku dapat hamba selamatkan. Kepadanya iaNya jugalah selayaknya tuanku berterima kasih. Tapi siapakah gerangan anak muda. Dengan genangan air mata permaisuri memperkenalkan putera lokan kepada baginda. Oh…..dia, putera beta? raja terharu dan menatap wajah putera mahkota mantap-mantap bagaikan mau di henyakkan dalam-dalam kelubuk sanubarinya. Wahai puteraku.. Raja tua menepuk-nepuk bahu putera Mahkota. Putera yang dulunya telah memberi kita bencana dan kini dia pula yang menganugerahkan sesuatu bagi kita. Ia, yang dulunya memisahkan ayahanda bunda, maka dia pulalah yang mempertemukan kita. Permaisuri bersabda dengan berurai air mata. Air mata yang bergaul antara duka nestapa dengan sukacita, yang akhirnya tentulah menjadi selaut kenangan bagi Bintan yang tercinta. Demikianlah ringkasan cerita rakyat yang berjusul Putra Lokan.

 

Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bintan