Tradisi penggunaan musik Nobat yang pernah ada di kerajaan Lingga – Riau dapat ditelusuri hingga ke masa-masa Kerajaan Bintan. Dari Kerajaan Bintan lah nobat tersebar dan berkembang menjadi bagian dari peralatan penting dalam kumpulan alat-alat kebesaran diraja atau regalia raja-raja Melayu disemenanjung Melaka, Kepulauan Riau-Lingga, Pasai, Nrunai dan Patani. Alat musik diraja ini hanya dimainkan dalam istiadat pertabalan serta istiadat khusus lainnya oleh sekelompok pemain alat musik diraja yang disebut Orang Kalur atau Orang Kalau, atas perintah Raja.
Instrumen utama dalam sekumpulan peralatan musik nobat adalah alat musik perkusi berupa gendang-gendang, dan alat music tiup. Komposisi peralatan musik nobat diraja Kerajaan Lingga-Riau terdiri dari gendang Nekara, dan Gendang panjang yang disebut Gendang Nobat dengan dua permukaan pukul. Adapun alat tiupnya terdiri dari senurai , nafiri, dan bangsi. Khusus alat musik bangsi terbuat dari gading gajah. Dari salah satu Manuskrip Riau-Lingga tentang music nobat, alat-alat musik tiup ini dilengkapi dengan beberapa alat musik perkusi yang disebut kopak-kopak dan ceracap..
Sepanjang sejarahnya, kerajaan Lingga-Riau mempunyai dua kelompok alat musik nobat. Kelompok pertama adalah satu set alat musik nobat yang dapat disebut sebagai alat musik ‘nobat lama” kerajaan Riau-Lingga dan diyakini oleh Mubin Sheppardd sebagai salah satu alat musik nobat tertua di Alam Melayu. Selain terdiri dari beberapa instrument utama, ‘nobat lama’ Kerajaan Lingga-Riau yang kini masih ada dalam simpanan eks Museum Kandil Riau di Tanjungpinang, dilengkapi pula dengan beberapa buah gong yang diyakini dari gong nobat kerajaan Melaka.
Kelompok kedua nobat di Lingga-Riau adalah satu set “nobat baru” yang terdiri dari dua buah gendang nobat, dan sebuah nekara yang baluhnya terbuat dari bahan perak. Gendang ini dilengkapi juga dengan sebuah nafiri dan senarai dari perak juga. Nobat baru ini dibuat tiga tahun setelah Sultan Sulaiman Badrul Alansyah II mangkat, pada tahun 1883, untuk dipergunakan dalam istiadat pertabalan Sultan Abdulrahman mua’azamsyah ibni Yang Dipertuan Muda Riau Raja Muhammad Yusuf yang ditabalkan sebagai Sultan Riau-Lingga, di pulau Penyengat pada Februari 1885. Kini “nobat baru” Kerajaan Lingga-Riau tersebut telah menjadi salah satu regalia kerajaan Terengganu.