Terletak di kecamatan Meral Kabupaten Karimun, Masjid raya Al-Mubaraq merupakan salah satu masjid bersejarah. Sejarah Masjid Raya ini adalah bagian dari sejarah syiar agama islam di pulau Karimun dan sejarah Meral yang bermula dari sebuah kampong (Kampung Meral) dalam hubungannya dengan perjalanan sejarah pemerintahan kerajaan Riau-Lingga di Pulau Karimun setelah berakhir perang Karimun 18 Nopember 1827.
Sejarah pembangunan Masjid ini berkelindan dengan sejarah pemerintahan Amir Karimun I, Raja Haji Abdullah ibni Raja Ahmad ibni Raja Haji Fisabilliah pada zaman Raja Ali menjadi Yamtuan Muda Riau VIII (1844-1857), sempena meneruskan estafet pemerintahan kerajaan Riau-Lingga di Pulau Karimun yang telah dirintis sejak tahun 1828 (atau beberapa bulan setelah Perang Karimun) oleh Raja Abdulrahman sebagai pemegang perintah diatas Pulau Karimun ssebagai wakil ayahandanya, Raja Jakfar ibni Raja Haji Fisabilillah yang Dipertuan Muda Riau VI (180-1832).
Dalam perjalanannya setelah Pulau Karimun berhasil dimakmurkan, oleh Amir Raja Abdullah mulai dibanguan sebuah rumah ibadah yang permanen seiring dengan bertambahnya jumlah kaum muslimin dan muslimat di kampong Meral, tempat beliau bermastautin. Rumah ibadah itu lah Masjid Raya al-Mubaraq, yang ketika itu disebut juga ‘Masjid Raja’ .
Masjid bersejarah ini dibangun pada taikh 1301 Hijriah bersamaan dengan tarikh 1883 sannah Miladiah. Dua bukti tertulis tentang tarikh bersejarah itu masih terdapat di Masjid Al-Mubaraq. Bukti tertulis yang pertama berada di dalam Masjid, yakni angka tahun yang dicantum pada kaligrafi haddis dalam lingkaran bermahkota yang menghiasi corak gunungan diatas ‘pintu gerbang’ mimbar tua berukir yang ada di mihrab Masjid Raya Al-Mubaraq. Lafas hadis tersebut menurut hasil pembacaan oleh Ali Akbar “Juam’ata lah, sanah 1301, yang artinya, “apabila khatib telah naik minbar hendaknya tidak ada seorang pun yang berbicara ; barangsiapa berbicara, sia sialah ibadahnya dan barang siapa yang sia-sia ibadahnya, tak ada ibadah jumat baginya”. Sanah 1301
Makna angka sanah 1301 yang tertulis di mimbar masjid semakin jelas menunjuk pada tarikh pembangunan masjid bila disandingkan dengan angka sanah 1301 pada kaligrafi kedua yang terdapat di atas pintu masuk teras masjid bagian selatan. Secara garis besar, isi kaligrafi yang ditulis pada papan panjang ini terbagi dua bagian Pertama (kaligrafi utamanya) adalah sebuah hadis tentang keutamaan shalat dan kedua (kaligrafi pendukung) adalah tentang nama masjid, nama yang membangun dan tarikh pembangunannya.
Adapun bagian yang kedua, yang tertulis pada kotak paling kiri, tertulis informasi dalam bahasa arab sebagai berikut: hadza al-masjid al-Mubaraq Engku Raja Haji Abdullah, sanah 1301, yang artinya sebagai berikut : Ini al Masjid al Mubaraq Engku Raja Haji Abdullah, dibangun tahun 1301 bersamaan dengan tahuhn 1883.
Menurut Raja Harun bin Aziz, material batu bata untuk membangun masjid ini oleh tukang-tukang Cina didatangkan dari pabrik batu bata di Kampung Sebranggana di pulau Buru. Sam seperti Masjid bersejarah di pulau Buru (Masjid Abdul Ghani), bangunan awal Masjid Raya al-Mubaraq di Meral kaya dengan seni arsitektur campuran, namun masih mengedepankan tradisi masjid Melayu yaitu gabungan empat bumbung pisang ssesikat yang menirus dibagian puncak atapnya. Sebagai bahan atapnya menggunakan atap yang dikenal sebagai genteng Melaka susun terenggiling. Masjid ini juga menggunakan Kulah sebagai sarana mengambil air sembahyang seperti Masjid Haji Abdul Ghani (Puau Buru) dan Masjid Sultan Lingga.
Satu hal yang menarik dan berbeda dari masjid manapun di Karimun dan Kepulauan riau , Masjid al Mubaraq mempunyai sebuah lonceng sebagai penunjuk waktu, disamping beduk yang lazim digunakan di masjid. Lonceng ini khusu ddibunyikan pada hari Juma’at sebagai penanda pukul 12 siang dan digunakan sebagai penanda tiap jamnya selama bulan ramadhan.