Dalam perjalanan Sejarah Melayu , kain selalu disebut sebagai sesuatu yang berharga . dalam beberapa Naskah Melayu seperti Sullalatus Salatin, Tawarikh Raja-Raja Melaka dan Pahang, Tuhfat an Nafis dan Hikayat Siak, menyebutkan bahwa kain mendapat tempat terhormat pada saat pentabalan seorang raja dan persahabatan antar kerajaan. Selain itu juga sebagai bagian dari seperangkat persalinan di saat akan meminang seeorang puteri dan bagian dari upacara adat kerajaan dan juga sebagai salah satu barang komoditi perdagangan.
Dalam perkembangannya, kain terbagi pada beberapa jenis seperti kain keling, kain cindai, kain tenun, kain zarzuri, kain limar dan sebagainya hingga ke tudung kelingkan dan tudung manto.
Peran kain di alam melayu berdasarkan naskah Sullallatus Salatin hampir di setiap acara penting selalu menggunakan persalinan. Seperangkat persalinan diberikan pada saat menghadap kepada seseorang yang lebih tinggi, tanda persahabatan antar kerajaan, meminang puteri raja dan pentabalan seorang raja. Salah satu isinya sebagai berikut :
“setelah sampai ke Melaka, maka Seri Maharaja pun masuk menghadap Sultan Mahmud. Maka puteri ketiga itu pun dipersembahnkannya ke bawah duli sultan Mahmud; maka terlalulah sukacita baginda oleh Kelantan alah itu, baginda memberi anugrah Persalin akan seri Maharaja beserta segala hulubalang yang pergi itu’ (A.samad, 2006 : 204)”
“Maka oleh Seri Wak Raja diikatnya Tun Biajid dengan cindai, dibawanya masuk kedalam menghadap Sultan Mahmud Syah. Maka seperti kata Bendahara itu, semua dipersembahnhkannya pada baginda. Maka titah Sultan Mahmud Syah, Bagai- bagai pula Bendahara, sebab hamba orang jahat, anak diikat, lepaskan!” maka dilepaskannya oleh seri wak Raja; maka Tun Biajid dianugrahi Persalinan oleh baginda, disuruh bawa kembali kepada bendahara (A.samad, 2006 : 220)”
Dalam naskah Melayu lainnya yaitu Hikayat Siak disebutkan lebih rinci bahwa salah satu perangkat persalinan adalah unsur kain ataupun berbentuk pakaian. Seperti tertulis dalam kutipan berikut ;
Dan Sultan Palembang berkirim cucuk sanggul intan, rial sepuluh ribu, buat belanja beristri. Dan segala menteri semuanya berkirim. Ada cincin intan, ada subang intan, masing-masing atasa mengatas. Dan panglima Tuha dipersalin selengkap pakaian hulubalang, dengan kerisnya. Setelah sudah maka Panglima tuha menjunjung duli, lalu turun ke perahu, hilir lalu berlayar. Tiada berapa lamanya, maka sampailah di Terengganu menghadap baginda, persembahan akan surat. Maka dibaca baginda surat; kiriman diambil baginda, adanya (Yussof Hashim,1992;178)
Sedangkan dalam sulalatus salatin, unsur kain lebih tegas yaitu sebagai kain baju. Bahkan pada bagian lain, kain yang berujud utuh sebagai bagian dari persalinan. Seperti kutipan berikut;
“Berdatang sembahlah kamu kedua, apa kehendakmu pohonkan kepada aku. Sembah Hang Isa pantas, “Tuanku, jikalau ada kurnia duli Yang dipertuan, patik hendak pohonkan emas, bawang dua tiga kati, dan kain baju, barang dua tiga banian (A.Samad, 2006:196).”
“Setelah datang ke Melaka, maka Hang Nadim pun masukmenghadap sultan Mahmud. Kain yang dibelinya itu, hanya empat helai yang lepas , maka dipersembahkannya kepada sultan Mahmud Syah (A.Samad, 2006:220)”
Berdasarkan Sullatus Salatin dan Hikayat Siak seperti diatas, mebggambarkan bahwa kain memiliki peranan yang istimewa pada abad 13 hingga akhir abad 18. Sebagian besar menyebutkan bahwa kain berfungsi sebagai bagian dari persalin. Persalin dalam bahasa Melayu bermakna hadiah berupa selengkap pakaian. Persalinan berasal dari kata)per.sa.li.nan. yang menggambarkan penghormatan yang diumpamakan memelihara ‘anak-anak damit”. Artinya menjalin hubungan kekeluargaan. Pesalinan (tanpa huruf r) juga bermaksud memberikan pakaina untuk sesuatu maksud, biasanya digunakan untuk sesuatu istiadat.
Malaka sebagai pusat perdagangan antara timur dan barat telah mendorong kedatangan pedagang Portugis, Belanda, dan Inggris. Kedatangan pedagang Barat membawa hasil dagangan termasuk kain, disamping membawa ide-ide ekonomi dan politik. Keadaan ini sedikit banyak membawa dampak terhadap tradisi di Alam Melayu. Hal ini dapat dilihat darri bagaimana golongan raja dan bangsawan mulai meniru barang-barang termsuk kain yang dibawa oleh pedagang-pedagang Eropa.