ASAL USUL NAMA KAMPUNG TUA TANJUNG UMA

Nama Tanjung Uma sejatinya diambil dari frasa atau tempat kediaman atau tempat tinggal yang disederhanakan pengucapannya menjadi uma. Di kawasan Tanjung tersebut banyak dibangun rumah-rumah panggung bertiang kayu. Karena posisi kampong ini berada diantara dua Tanjung yaitu Tanjungp Pangkal Leppu dan Tanjung Kubur, maka orang tempatan pun menamai kampungnya dengan tambahan kata Tanjung Uma. Pendapat lain dari frasa rumah dalam bahasa inggris (frasa Home) yang diucapkan masyarakat dulu sebagai (h) Ome lalu Umesaja kemudian menjadi Tanjung Ume atau Tanjung Uma.

Kampung Tanjung Uma di masa awal di diami orang-orang Melayu dan Bugis yang berasal dari keluarga diraja Riau Lingga. Sebagian besar masyarakatnya mengandalkan hidup dari melaut serta bercocok tanam, terutama tanaman kelapa. Menjadi sebuah kebiasaan masyarakat Tanjung Uma, hamper seluruh hasil tangkapan selaluy diangkut untuk di jual ke Singapura meggunakan sampan layar sederhana. Biasanya mereka bertolak pagi dan pulang sore harinya.

Terdapat makam atau kuburan yang diperkirakan telah berusia ratusan tahun di kampung ini , persisnya di area bukit ramai yang dikenal dengan sebutan Bukit Kubur. Makam ini kerap diziarahi dan jadi tempat bagi warga untuk menggelar acara jejak tanah bagi bayi yang mulai belajar berjalan.

Selain itu terdapat juga makam yang berada di samping Masjid Baitussyakur. Hingga kini tidak ada satu pun warga yang mengetahui pemilik makam tersebut. Namun berdasarkan cerita dari turun temurun menyebutkan orang yang terkubur di situ adalah saudara Habib Nuh yang dimakamkan di sebuah kawasan bernama Tanjung Pagar di Singapura yang juga tidak digusur oleh pembangunan. Versi lain ada yang mengatakan bahwa makam tersebut adalah makam Panglima Hitam yang gugur sewaktu berperang melawan Belanda.