MANDI-MANDI PENGANTIN

Dalam adat istiadat perkawinan Melayu, terdapat adat istiadat mandi pengantin yang dilaksanakan pada pagi hari setelah acara bersanding dan jamuan selesai. Makna dari mandi-mandi pengantin sebagai pembersiha diri lahir dan batin, semoga mendapat rahmat dan berkah dari Allah SWT., untuk menuju kehidupan rumah tangga yang bahagia lahir dan batin. Adat istiadat mandi pengantin telah lama dikenal di dalam masyarakat Melayu Lingga. Pada masa yang lampau, mandi-mandi pengantin menjadi bagian dari adat istiadat perkawinan di istana Kerajaan Lingga-Riau di Daik. Raja Ali Haji di dalam Tuhfat al-Nafis mengisahkan tentang adanya adat istiadat mandi-mandi pengantin dalam pernikahan Sultan Mahmud Muzzafar Syah (1841-1857) dengan Tengku Maimunah anak dari Tengku Besar Muhitam. Mengenai hal ini Raja Ali Haji mengisahkan,
“Syahdan kemudian daripada itu maka Baginda Sultan Muhammad pun berangkatlah ke Singapura lalu mengambil paduka anakanda Baginda Raja Maimunah putera paduka kakanda baginda Tengku Besar Singapura yang telah mangkat di Teluk  Belanga, dibawanya ke Lingga. Maka lalu didudukkannya dengan puteranya Yang Dipertuan Besar Sultan Mahmud Muzzafar Syah, dikahwinkannya betapa adat istiadat raja yang besar-besar nikah kawin daripada bekerjanya dan berletak hinainya dan bersatunya dan mandi-mandi dan lainnya, serta selalulah digelarnya sekali akan paduka anakanda baginda yang perempuan itu bergelar Tengku Empuan. Maka selesailah pekerjaannya itu adanya”. (Dinas Pariwisata Kabupaten Kepulauan Riau dengan Yayasan Khazanah Melayu, 2002:310)

Dalam tradisi mandi-mandi pengantin di Lingga, setelah malam bersanding-sanding, keesokan harinya, dilanjutkan dengan acara mandi-mandi. Pada acara ini orang tua pengantin laki-laki dijemput ke rumah pengantin perempuan. Begitu pula dengan tetangga dan orang tua-tua terdekat diajak juga guna menghadiri acara tersebut yang disertai dengan berdoa untuk keselamatan bersama. Doa selamat dipimpin oleh pak imam atau pak lebai yang ditunjuk.

Mandi-mandi biasanya dilakukan diberanda/teras rumah ataupun dibangsal. Sebelum acara mandi-mandi dimulai terlebih dahulu diadakanlah doa selamat, karena adat dan kebiasaan orang melayu di Daik selalu mendahulukan ini sebelum melaksanakan pekerjaan. Adapun peralatan dan bahan-bahan yang digunakan pada acara mandi-mandi terdiri dari :
a. Satu buah kaki batil dan talam tembaga
b. Satu buah mangkok perak yang dipakai sebagai gayung, centong atau cebok
c. Satu buah talam berisikan anyam-anyaman yang terbuat dari pucuk kelapa
d. Satu buah tempayan kecil yang berisikan air tolak bala, sangku dan papan tolak bala
e. Satu buah paha atau talam yang berisikan semangkok beras kunyit, beras basuh dan berteh padi
f. Kelapa basah kulit satu buah yang telah dikupas kulitnya ( dibagian atas di buat seperti gunung/lonjong) yang dilingkar dengan benang tukal/benang bola dengan ukuran dari ujung kaki sampai kekepala sebanyak 7 kali lingkaran. Kemudian lingkaran itu dilipat kecil sehingga pas pada atas kelapa yang sudah diukirkan tadi. Yang beralaskan ceper dan dibawah kelapa yang diukir diletakkan beras putih dan padi.
g. Cermin muka petak diikat dengan kedua batang lilin di kiri dan kanan
h. Satu buah tepak bara
i. Satu buah tempayan (kang/tempayan cap naga)
j. Seperangkat alat tepung tawar dan bedak langi atau bedak sirih sekapur
k. Dua buah kursi tempat duduk pengantin

Sedangkan anyaman yang terbuat dari pucuk daun kelapa terdiri dari :
a. Lidi dibuat dari pucuk kelapa
b. Hutan dibuat dari daun ribu-ribu
c. Siput, ulat, tanggok juga dibuat dari pucuk daun kelapa, begitu juga keris dan pedang.
d. Pada bibir tempayan kang/tempayan naga dihiasi dengan daun pucuk kelapa dibuat jari-jari lipan/dianyam dan diisi dengan air bunga 5 atau 7 jenis bunga yang harum dan wangi.
e. Didalam kang air dibuat anyaman seperti kelapa setandan

Tata cara pelaksanaan mandi-mandi yang dilakukan oleh mak inang kepada kedua pengantin diurutkan sebagai berikut :
a. Pengantin laki-laki, memakai kain batik sarung, ikat di dada atau berkemban (tidak memakai baju)
b. Pengantin perempuan memakai kain batik sarung ikat di dada atau berkemban, juga tidak memakai baju.
c. Setelah itu pengantin dibawa ketempat duduk atau pada kursi
d. Kedua pengantin ditutup dengan kain putih atau selendang dari bahu sebatas leher
e. Mak inang menaburkan beras kunyit, berteh dan beras basuh kepada kedua pengantin
f. Setelah itu kedua pengantin dilangi dengan langi sirih sekapur
g. Sesudah dilangi baru kedua pengantin tarik menarik ketupat lepas, yang terbuat dari anyaman dari pucuk daun kelapa dengan hitungan dari mak inang 1,2,3 sambil menyatu sebu dengan air, diulang 3 kali. Makna dari kegiatan ini adalah melambangkan bahwa segala permasalahan yang dihadapi harus diselesaikan bersama-sama.
h. Setelah itu barulah berjumpa dengan titi, ulat, siput, udang dan tanggok semuanya dilakukan tarik menarik 3 kali dengan hitungan dari mak inang, ini bermakna agar kelak anak yang lahir tidak pekak dan mendengar perkataan orang tua serta terang hatinya. Akhir dari acara tarik menarik anyaman ini adalah ketupat lepas. Caranya dengan hitungan 1,2,3 oleh mak inang. Selanjutnya mak inang mengambil air bunga dari dalam kang dan menyembur kearah ketupat lepas tersebut, sebanyak 3 kali semburan. Ketupat yang lain tidak digunakan karena ia sebagai hiasan saja. Barulah ia bertemu dengan sumur, dalam arti kata sumur itu adalah tempayan yang berisikan air bunga lima atau tujuh macam bunga yang harum, serta setandan kelapa yang dibuat dari anyaman daun pucuk kelapa. Air dalam kang ini di ambil mak inang dan mak inang menyirami pengantin laki-laki 3 kali dan pengantin perempuan 3 kali.
i. Setelah itu mak inang mengambil kain bugis atau kain panjang yang dijahit ujungnya, untuk dijadikan kain sarung. Kemudian kedua pengantin disarungkan dalam satu sarung. Selanjutnya pengantin disuruh berdiri, mak inang mulai mengambil benang tukal atau benang biasa yang berwarna putih, hitam atau merah tua dengan ukuran dari ibu kaki sampai ke kepala sebanyak 7 kali begitu juga dengan benang yang lain. Lalu benang tersebut disarungkan dari atas kepala lepaskan kekaki sebanyak 3 kali. Dalam pelaksanaan ini mak inang dibantu oleh dua orang pembantu untuk memegang benang, ini bermakna melambangkan persebatian suami isteri atau disebut sehidup semati senapas setali sedarah.
j. Selesai benang tukal, barulah mak inang mengambil kaca segi empat yang berikat dengan lilin dua batang, lalu mengelilingi atau diputarkan didepan muka kedua pengantin. Dengan ucapan “Nampak atau tidak ?” kedua pengantin menjawab “Nampak”. Kalau pengantin menjawab tidak nampak ditakutkan kelak anak yang lahir akan buta (istilah yang dipakai orang tua-tua dahulu).
k. Selesai berkaca, lilin yang berikat diputuskan, kemudian lilin tersebut dihidupkan untuk memutuskan benang tukal atau benang tiga warna tadi. Setelah putus, abunya kemudian diambil sedikit untuk dicoletkan pada kening kedua pengantin. Ini bermakna : berpikirlah dengan jernih sebelum melakukan sesuatu atau bertindak.
l. Selesai mencoletkan abu benang tadi, mak inang menggoncangkan kelapa pada telinga pengantin dengan menggoncangkan beberapa kali. Kelapa itu haruslah kelapa yang bergoncang dengan ucapan dari mak inang “mendengar atau tidak?” jawab kedua pengantin “mendengar”. Jika dijawab “mendengar”, maknanya kelak anak yang lahir tidak pekak dan mendengar perkataan orang tua serta terang hatinya. Lalu menginjak beras putih dan padi yang terdapat di bagian bawah kelapa yang diukir tadi.
m. Setelah itu mak inang minta bantu dua orang untuk membentangkan kain putih secukupnya diatas kepala kedua pengantin yang berfungsi sebagai penapis, kemudian kelapa dibelah atau dibocorkan. Air kelapa disiram di atas kain putih tadi, oleh karena itu kegiatan ini disebut mandi bertapis, ini bermakna mengharap berkah dan rahmat dari Allah SWT seperti halnya buah kelapa yang selalu bermanfaat dan melambangkan kesuburan.
n. Selesai mandi air kelapa bertapis, kain putih diturunkan. Mak inang pun menyirami kedua pengantin dengan air tolak bala masing-masing 3 kali siraman. Penyiraman air tolak bala ini bermakna untuk menyatukan suami istri supaya terhindar dari mara bahaya (minta jauh dari balak).
o. Setelah mandi air tolak bala pun selesai dilaksanakan maka kegiatan mandi-mandi pun selesai sudah. Mak inang memberi kain untuk mengelap badan pengantin. Selesai itu kedua pengantin masuk kedalam pelaminan atau kamar pengantin untuk bersalin pakaian yang basah. Kain yang basah dimasukkan dalam baskom/ember. Kemudian pengantin berganti dengan baju kurung biasa (lengkap dengan memakia kopiah atau songkok), sedangkan yang perempuan memakai baju kurung biasa dengan berselendang tutup kepala.

Adapun makna-makna dari alat-alat yang digunakan pada saat mandi-mandi, yaitu :
1. Siput, ulat tanggok maknanya keanekaragaman serta penuh liku-liku dalam mengarungi bahtera rumah tangga demi mencapai kebahagiaan, ketentraman dan kedamaian hidup yang mawadah dan warrahmah.
2. Ulat maknanya kerja keras penuh kesabaran.
3. Siput maknanya keyakinan dan berbudi pekerti.
4. Udang maknanya bersiap-siap menghadapi rintangan hidup.
5. Tanggok maknanya mufakat.
6. Air kelapa maknanya kebersihan dan kesuburan yang penuh kesenangan.
7. Mandi bertapis maknanya mengharapkan berkah dan rahmat dari Allah SWT seperti buah kelapa yang selalu bermanfaat dan kesuburan.
8. Kain tapis maknanya perlindungan kesejukan dan dapat memilah hal yang baik dan buruk.
9. Ketupat lepas maknanya tidak ada suatu kesulitan didalam rumah tangga yang tidak dapat diselesaikan dengan hati yang jernih dan penuh kesabaran serta terlepas dari marabahaya.
10. Tali maknanya rintangan hidup yang selalu berdampingan, susah senang hidup dijalani bersama-sama.
11. Mengganti kain basah ke kain kering setelah mandi-mandi bermakna membuang yang kotor dan memakai yang bersih.
12. Mak inang menyarungkan kain ke dua pengantin bermakna senasib sepenanggungan, seaib dan semalu.
13. Mengalungkan benang tukal dari kepala sampai ke kaki bermakna persebatian suami isteri atau sehidup semati, senapas setali darah.
14. Tarik menarik ketupat bermakna lambang hidup bertenggangrasa antara suami isteri.
15. Tempayan yang dilengkapi dengan hiasan pucuk kelapa seperti jari-jari lipan, bermakna kemuliaan hidup dan berumah tangga demi rasa kebersamaan serasi dan kesatuan hidup yang erat.
16. Gayung atau cebok, bermakna perhimpunan yang memberikan rasa kesejukan serta kasih sayang dari keberkahan hidup.

Untuk mandi-mandi besar diikuti oleh tua muda sambil bersuka ria, bersiram-siram. Didalam acara mandi-mandi bersuka ria ini, harus selalu dapat menjaga diri dan menjaga emosi supaya tidak terjadi perselisihan.

Sumber : Dinas Kebudayaan kabupaten Lingga